Grimoire Dorothy Chapter 3

Bab 3 : Surat

Di kedalaman ngarai, hujan dingin perlahan mereda. Di lokasi pembantaian, Dorothy terduduk lemas di tanah, terengah-engah menatap jasad Edrick. Butuh waktu lama baginya untuk menenangkan diri. Begitu akhirnya ia berdiri—meski dengan tubuh gemetar—sebuah pikiran penting langsung menyambar benaknya.

“Tunggu! Anjingnya?!”

Mengingat dua anjing pemburu milik Edrick, Dorothy langsung menggenggam erat revolver dan menajamkan pandangan ke sekeliling. Dari apa yang ia tahu, makhluk-makhluk menjijikkan itu hanya terhempas jauh tadi, kecil kemungkinan benar-benar mati. Kalau mereka bangkit untuk membalas dendam tuannya, itu bisa berakhir fatal. Tadi, terlalu diliputi emosi setelah menembakkan senjata dan membunuh untuk pertama kalinya, ia sama sekali tak memikirkan hal itu.

Di bawah cahaya samar, Dorothy menemukan mereka. Kedua anjing tergeletak tak jauh di tepian sungai. Tak ada suara napas, tubuhnya seakan mayat. Dorothy tertegun.

“Mati? Mana mungkin… cuma terlempar begitu bisa membunuh mereka? Apa satu kata dari Unrelenting Force benar-benar sekuat itu?”

Meski terheran, Dorothy tak berani mendekat. Penampilan mereka yang menjijikkan saja sudah cukup untuk membuatnya mundur. Pertanyaan itu tetap mengendap dalam hati, tapi ia memilih menyingkirkannya dulu.

“Lupakan sekarang. Yang penting aku harus memikirkan langkah berikutnya.”

Merasa sedikit lega, ia menarik napas panjang lalu duduk kembali. Sebuah payung hitam yang tergeletak di dekatnya ia pungut, membukanya untuk berlindung dari sisa rintik hujan. Kini pikirannya mulai dipenuhi pertanyaan: bagaimana cara bertahan di dunia asing ini?

Baru saja menyeberang ke dunia yang terasa seperti abad ke-19, terlahir kembali dalam tubuh seorang gadis yang seharusnya mati dalam kecelakaan kereta, Dorothy benar-benar hilang arah.

Setelah lama merenung, ia memutuskan untuk melanjutkan rencana Dorothy yang asli.

“Aku harus pergi ke kota, menemui kakak Dorothy. Dia satu-satunya keluarga darah yang kumiliki di dunia ini. Keluarga pasti bisa dipercaya… ini juga keinginan terakhir gadis ini.”

Bersandar di batu dingin yang basah, Dorothy termenung. Dari ingatan Dorothy asli, kakaknya adalah sosok penyayang semasa kecil. Meminta bantuannya tampak seperti pilihan terbaik. Lagipula, menemukan “rumah” adalah langkah awal menuju kestabilan.

Pakaian ini basah kuyup, dingin sekali… aku harus menemukan tempat untuk berganti.

Menurut kenangan Dorothy, kusir pernah berkata ada sebuah kota terdekat. Namanya Vulcan. Mengikuti jalan yang tadi dilalui kereta pasti akan sampai ke sana. Jika bandit bisa menuruni tebing menuju sungai, pasti ada jalan kembali ke jalur utama.

Dengan pemikiran itu, Dorothy beristirahat sebentar sebelum bersiap bergerak. Namun satu masalah besar muncul: uang.

“Aku butuh uang untuk makan dan penginapan… tapi aku tak punya apa pun!”

Perjalanan ke kota sudah diatur oleh Bibi Hannah, ongkos kereta dan bekal dari kakak Dorothy sudah diserahkan pada kusir. Tapi kini, setelah tragedi, semua barang penumpang dijadikan umpan untuk memancing bandit—dan sudah hilang bersama kereta yang terseret arus.

Dorothy menghela napas panjang. Lalu pandangannya jatuh ke tubuh Edrick.

“Sebagai kepala bandit, dia pasti bawa uang…”

Ia segera meraih lentera gas yang masih menyala dan mendekati jasad Edrick tanpa ragu. Setelah sebelumnya sempat menggeledah bandit lain, rasa takutnya berkurang.

Satu per satu barang ia keluarkan: sebuah belati, setumpuk kartu, beberapa lembar uang kertas, dan gantungan kunci.

Ia menyimpannya, lalu memeriksa lagi dengan lebih teliti. Hasilnya: beberapa koin, rokok linting, dan kotak korek. Ia bahkan sempat berpikir untuk melepaskan jasnya yang tampak mahal, mungkin bisa dijual. Namun, saat tangannya meraba bagian dalam jas, ia merasakan sesuatu yang aneh—seperti kertas kaku tersembunyi di lapisan kain.

“Ada yang disembunyikan? Kalau sampai dilapisi begini, pasti penting. Apa mungkin uang?”

Mata Dorothy berbinar. Ia segera merobek lapisan itu dengan pisau, menarik benda yang tersembunyi di dalam. Ternyata bukan uang, melainkan dua amplop.

“Amplop? Surat? Apa pentingnya sampai harus disembunyikan di dalam jas?”

Sedikit kecewa karena bukan uang, Dorothy tetap membuka salah satunya. Ia mengeluarkan selembar kertas, mendekatkannya ke cahaya lampu.

Huruf-huruf tertulis rapi di atasnya. Dan anehnya, ia bisa membacanya.

“Sebentar… bukankah aku sudah mengorbankan pengetahuan bahasa untuk mendapatkan Dragon Shouts? Kenapa aku masih bisa membaca ini?”

Dorothy tertegun. Seharusnya pengetahuan yang ia korbankan hilang selamanya. Tapi kenapa ia tetap bisa mengerti?

“Mungkin… karena pengetahuan itu hakikatnya informasi, bukan benda. Informasi bisa diduplikasi. Memberi tahu orang lain tak membuatmu lupa. Jadi sebenarnya aku bukan menukar, tapi berbagi. Bahasa ini tetap ada meski sebagian sudah jadi ‘bahan tukar’.”

Pikiran itu membuatnya lega. Setidaknya, ia tak perlu khawatir buta huruf di dunia ini.

Ia pun fokus kembali pada isi surat. Ditulis dalam bahasa Prittish, bahasa umum Kerajaan Pritt tempat Dorothy sekarang berada.

Namun isi suratnya membuatnya terbelalak.

Kepada Tuan Edrick yang terhormat,

Kami merasa terhormat menerima surat Anda. Berdasarkan deskripsi Anda, kami dapat memastikan bahwa artefak mistik yang Anda temukan adalah Cincin Marionet Mayat. Artefak ini memberi kemampuan untuk mengendalikan jasad segar yang baru mati. Menggunakannya pada mayat hewan adalah pilihan bijak, semoga dapat membantu Anda memperluas pengaruh di Kota Vulcan. Namun, berhati-hatilah agar tidak menarik perhatian Biro Serenitas maupun pihak Gereja.

Mengenai keinginan Anda untuk bergabung dengan perkumpulan kami, kami sangat menyambutnya. Sebagai pemimpin jalanan yang memiliki artefak mistik, Anda memang layak untuk diterima. Kami yakin posisi Anda di Vulcan akan membuat pengaruh kelompok kami semakin kuat.

Kami menyambut baik niat Anda, namun sebelum secara resmi menerima Anda, ada satu tugas kecil yang harus Anda selesaikan—semacam ujian khusus.

Pada malam tanggal 8 April, sebuah rombongan dari Purple Hill menuju Vulcan akan melintas. Di antara penumpangnya ada seorang gadis, sekitar tiga belas tahun, berambut putih. Tangkaplah dia.

Jangan salah paham. Biasanya kami tidak melibatkan anggota baru dalam urusan penculikan. Namun, ini adalah pengecualian. Gadis itu sangat penting bagi kami. Jika bukan karena meningkatnya pengawasan Biro Serenitas dan keberadaan pasukan pemburu di Vulcan, kami sendiri yang akan turun tangan.

Demi kehati-hatian, kami memilih tetap diam, menyerahkan tugas ini pada Anda. Selama Anda melakukannya layaknya penculikan biasa, urusan ini tidak akan menarik perhatian Biro. Kami percaya dengan keterampilan Anda, operasi ini akan berjalan mulus.

Tentu saja, kami tidak akan meminta Anda melakukannya tanpa imbalan. Untuk tugas khusus ini, kami telah menyiapkan hadiah yang sangat besar. Itu akan menjadi pijakan Anda untuk melangkah lebih jauh ke ranah yang Anda idam-idamkan, sekaligus menjamin posisi penting Anda dalam perkumpulan kami.

Jika Anda menerima tugas ini, balaslah segera. Kami yakin Anda tidak akan menolak kesempatan langka ini. Kami menantikan hari di mana Anda duduk bersama kami di meja yang sama, berbagi jamuan, dan merasakan keajaiban yang diberikan oleh Piala Darah Agung.

No comments:

Post a Comment