Bab 89: Investigasi
Lewat lorong tersembunyi di dalam mansion Buck, Dorothy akhirnya berhasil lolos hingga ke pantai sepi di tepi White River. Dengan Cincin Boneka Mayat, ia mengaktifkan dari jauh boneka cadangan yang sudah ditempatkan dalam kereta di gang terdekat. Boneka itu mengemudikan kereta kembali ke mansion Buck, lalu menjemput Dorothy bersama Brandon di pintu pantai.
Naik kereta itu, Dorothy segera menuju ke hilir Sungai Ironclay untuk mengambil kembali boneka mayat Edrick. Setelah urusan kereta dan para boneka beres, ia menyewa kereta biasa untuk pulang.
Akhirnya, ketika kereta berhenti di dekat Southern Sunflower Street, Dorothy turun dengan dua koper berat di tangan. Ia naik ke apartemennya di lantai lima dengan napas tersengal-sengal.
“Huff… huff… Beyonder domain Revelation memang sama sekali tidak punya peningkatan fisik. Kalau bukan karena Cincin Boneka Mayat dan Dragon Shout, kemampuan tempur langsungku benar-benar payah.”
Begitu masuk kamar, Dorothy mengunci pintu, lalu menjatuhkan diri di atas ranjang. Napas panjang lolos dari bibirnya.
“Akhirnya… selesai juga. Bagian terakhir tadi hampir bikin jantungku copot.”
Ia terbaring, bergumam mengingat. Kedatangan para Hunter di saat-saat akhir benar-benar di luar dugaan—jadi variabel paling berbahaya. Kalau bukan karena Edrick berhasil mengalihkan mereka dan memberinya cukup waktu untuk memecahkan sandi pintu, ia tak tahu harus bagaimana.
Edrick memang sudah ia siapkan di loteng sebagai bidak cadangan. Ketika Turner mulai menghantam pintu, Dorothy terpaksa menurunkannya sebagai umpan, memancing trio Hunter naik ke atap, agar ia bisa mencuri waktu.
Cara menahannya? Tentu saja dengan gertakan, tipu muslihat, dan teka-teki.
Tujuannya sederhana: membuat lawan bingung, menciptakan aura misterius, menahan mereka agar tak gegabah—semata untuk membeli waktu.
Dorothy punya satu keuntungan besar: intelijen. Melalui pengintaian boneka mayat, ia tahu pergerakan para Hunter. Ditambah lagi, ia memberikan Cincin Penyembunyi pada Edrick agar tak terdeteksi mistik. Gregor dan kawan-kawan pun yakin bahwa pemandangan mengerikan di ruang kerja adalah ulah Edrick.
Ketimpangan informasi itulah fondasi teka-tekinya. Dengan meramu kalimat berliku, samar, kadang bahkan tanpa makna, ia sukses membuat para Hunter gusar.
Pengalaman itu membuat Dorothy sadar betapa melelahkannya berperan sebagai “pembicara misterius.” Ia sampai kagum pada karakter-karakter dalam kisah yang bisa terus-terusan berbicara penuh teka-teki dari awal sampai akhir. Capek sekali pasti—air liurnya habis sebelum rahasianya terungkap!
Ketika Gregor menanyakan nama organisasinya, Dorothy pun spontan mengarang. Jika mereka butuh sosok hantu untuk dikejar, ya harus ada nama.
Meski spontan, ia tidak asal.
“Ordo Salib Mawar.” Nama itu muncul dari ingatannya yang jauh—dari sebuah karya berjudul Trinity Blood, di mana organisasi rahasia itu jadi musuh utama, faksi yang ingin membakar dunia demi kelahiran baru. Nama lengkapnya adalah Ordo Salib Emas dan Mawar. Di dunia asal Dorothy, nama itu juga punya makna penting dalam mistisisme.
Itulah yang muncul pertama kali di kepalanya, dan ia gunakan. Hanya nama, tak ada artinya.
…
Setelah istirahat sejenak, Dorothy duduk di meja kerja, memeriksa hasil rampasan dari mansion Buck.
Pertama, kotak berisi harta duniawi: beberapa perhiasan bagus yang bisa digadaikan, plus uang tunai sekitar 120 pound. Ditambah simpanannya sebelumnya, 215 pound, kini totalnya 335 pound.
Lalu ada sigil. Empat sigil Chalice standar, dan dua sigil aneh. Bentuknya mirip, tapi inskripsinya jauh lebih padat. Dorothy tak bisa langsung menebak kegunaannya.
“Sigil Chalice aneh… mungkinkah ini terkait transformasi buas Buck tadi? Harus kutanyakan pada Aldrich nanti.”
Ia sisihkan sigil itu dan mengambil satu sigil lain yang paling unik.
Sigil ini tidak dari ruang rahasia, tapi jatuh di ruang kerja, dekat tembok tempat Buck terhempas Dragon Shout.
Bukan lambang Chalice, melainkan dua simbol bertumpuk: Bayangan dan Revelation.
“Hah… sigil domain ganda. Penasaran fungsinya. Kalau ingatanku benar, kombinasi Bayangan dan Revelation ada hubungannya dengan mimpi, kan?”
Dorothy menyimpan sigil itu, lalu melirik dua teks mistik yang ia temukan. Yang pertama, salinan ganda dari The Taste of Crimson, novel mistik yang sudah ia baca. Buku itu memang dirancang untuk merusak pembacanya, tapi mengulang tak memberi spiritualitas baru. Dorothy berencana menjualnya.
Yang kedua, Hymns to the Mother of the Chalice.
Sekilas, isinya kumpulan puisi yang memuji seorang dewi.
Dewi itu punya banyak sebutan: “Ibu Piala,” “Piala Darah,” “Ibu Segala Daging,” “Dewi Hasrat.” Sosok yang jelas terkait domain Chalice, perwujudan esensinya.
“Apakah ini dewa yang disembah Crimson Eucharist? Besar kemungkinan dewa jahat. Tapi… siapa tahu juga.”
Dorothy menutup halaman, termenung.
“Sayang sekali bentuknya puisi. Kalau ditukar lewat sistem, kemungkinan hasilnya juga puisi. Tak sebanding. Lebih baik jadi sumber spiritualitas saja.”
Ia ingat penjelasan sistem: pertukaran pengetahuan dikategorikan menurut jenis. Bahasa dengan bahasa, keterampilan identifikasi dengan keterampilan serupa. Itulah sebabnya ia tak menukar The Taste of Crimson sebelumnya—novel takkan memberinya apa-apa yang praktis. Sama halnya, Hymns to the Mother of the Chalice dalam bentuk puisi membuatnya ragu.
Dengan kapasitas terbatas dalam Soul Codex, Dorothy hanya bisa melakukan satu pertukaran lagi sebelum tahap berikutnya. Maka ia harus memilih dengan hati-hati, apa yang benar-benar layak ditukar.
No comments:
Post a Comment