Bab 90: Ikan Kata
Di meja kerjanya, Dorothy tidak langsung membuka Hymns to the Mother of the Chalice. Ia menaruh buku itu ke samping, menutup koper hasil rampasan dari mansion Buck, lalu menurunkannya ke lantai. Setelah itu, ia menarik koper lain dan meletakkannya di atas meja.
Koper ini bukan dari mansion, melainkan hasil curian Brandon dari Biro Serenity—isi gudang tersegel mereka. Meski setengahnya direbut kembali oleh resepsionis tua nan buas, masih ada beberapa benda tersisa.
Dorothy menarik napas panjang, lalu membuka koper itu. Seperti yang ia perkirakan, isinya tidak banyak: beberapa wadah spiritualitas, dan satu benda mistik.
Pertama, ia menemukan enam koin emas berukir matahari, dua koin perak bermotif bulan, dan sebuah ukiran batu seukuran ibu jari. Dengan kemampuan appraisal pasifnya, Dorothy mengenali benda-benda ini sebagai wadah spiritualitas: tiap koin emas berisi satu poin Lentera, tiap koin perak berisi satu poin Bayangan, dan ukiran batu menyimpan satu poin Batu.
“Enam Lentera, dua Bayangan, satu Batu, ya? Lumayan. Lentera dan Bayangan praktis buatku—deteksi dan penyembunyian itu selalu penting.”
Setelah menyingkirkan wadah-wadah itu, perhatiannya beralih ke benda mistik yang tersisa: sebuah buku tua berlapis tembaga, tanpa judul, tanpa tanda, baik di depan maupun belakang. Halamannya kuning kusam, kosong, seolah cuma buku catatan usang.
“Wah, ini keren sekali… buku penuh halaman kosong,” selorohnya sinis. Tapi ia tahu, apa pun yang keluar dari arsip Biro Serenity takkan pernah sepele. Ia menyalakan appraisal pasifnya—cahaya ungu samar berpendar di sekitar buku. Itu tanda: benda ini terkait domain Revelation.
“Menarik. Benda Revelation. Harus kucoba cari tahu fungsinya.”
Ia mengambil salah satu koin emas, bersiap melakukan ritual appraisal. Dengan kertas, pena, dan alat gambar, ia merancang diagram appraisal atribut Lentera. Buku itu ia taruh di tengah lingkaran.
Andai ia punya Lentera tersimpan dalam tubuh, bisa langsung dipakai. Tapi karena sumbernya eksternal, ritual jadi perlu. Untungnya, ritual ini sederhana. Ia menyelesaikannya cepat, menyalurkan spiritualitas Lentera. Cahaya koin redup, dan informasi mengalir masuk ke benaknya.
[Literary Sea Logbook]
[Kata-kata yang ditulis dalam buku ini dapat “berlayar” di dalam halamannya. Jika diberi spiritualitas Revelation, kata-kata itu bisa menavigasi Laut Sastra. Teks yang ditulis akan tetap terhubung dengan buku.]
“…Apa-apaan ini? Buku yang bikin kata-kata ‘berlayar’?”
Kening Dorothy berkerut. Ia mencoba mencerna.
“Jadi… kata-kata bisa berubah jadi sesuatu yang ‘berlayar’? Tapi artinya apa? Harus kucoba langsung.”
Ia meletakkan buku kosong itu, lalu menulis satu kata sederhana dengan pena: “Pengetahuan.”
Tulisan itu muncul rapi di halaman kuning. Dorothy menatap intens. Tidak lama, huruf-huruf itu mulai bergoyang, seperti makhluk hidup. Mereka menggeliat, berputar, lalu membentuk seekor “ikan kecil” yang berenang lincah di atas kertas, kadang ke kiri, kadang ke kanan, mirip ikan sungguhan.
“Wow… bergerak. Lucu juga…”
Ia terpana melihat “ikan kata” itu berkeliling di halaman. Namun rasa kagum segera berganti rasa bingung.
“…Lucu sih. Tapi gunanya apa?”
Ia menggaruk dagu, frustrasi. Jangan-jangan cuma mainan? Masa Biro Serenity simpan benda konyol begini di gudang mereka?
Kemudian ia ingat: buku ini terkait Revelation. Mungkin kalau kusuntik spiritualitas Revelation, efeknya beda.
“Untung masih ada sisa Revelation hari ini. Kita coba.”
Dorothy menyalurkan satu poin Revelation. Seketika ikan kata itu berenang lebih cepat.
“Ah… makin lincah. Seru sih… tapi tetap, apa gunanya?”
Kekecewaan merayap. Namun tiba-tiba, ikan itu melesat ke tepi halaman—dan bukannya berhenti, ia menembus keluar.
“Hei!? Apa-apaan itu!?”
Dorothy cepat membuka halaman berikutnya. Benar saja, ikan kata itu berenang di sana. Lalu pindah lagi ke halaman lain. Ia bolak-balik halaman, mengikuti gerakannya. Hingga akhirnya, sampai di halaman terakhir, ikan itu meluncur keluar—hilang.
Ia panik membolak-balik buku, tapi tak ada jejaknya. Sampai matanya menangkap sesuatu di samping: kata “Pengetahuan” sedang berenang di antara kolom teks koran!
“K-kau bisa pindah ke teks lain!?”
Kata itu lalu keluar dari koran, melompat ke buku catatannya, berenang di sana sebentar, sebelum meloncat lagi ke rak buku.
Dorothy terbengong, mengikuti pergerakannya. Ikan kata itu terus melompat dari teks ke teks, sampai akhirnya melesat pergi—keluar kamar, keluar apartemen, keluar dari Southern Sunflower Street.
Ia bisa merasakan… kata itu berenang semakin cepat, meluncur ke lautan tak terbatas: Laut Sastra.
Dorothy menatap buku yang kini kosong melompong. Bibirnya berkedut.
“Ini… terlalu absurd.”
No comments:
Post a Comment