Novel Abnormal State Skill Chapter 398
398 - Reuni Kedua Pihak
Saat itu, Oru tiba-tiba bersuara.
“Rinji-san, bukankah itu Bigg-san di sana?”
Rinji terlihat agak canggung.
“……Iya.”
Kecanggungan itu—aku pun bisa merasakannya.
Itu berkaitan dengan masa sebelum kami menuju Zona Setan Emas untuk naik level.
Setiap kelompok Pahlawan saat itu diberi seorang mentor.
Kelompok Pedang Mabuk bukan mentor langsung kelompokku, tapi aku cukup mengenal mereka.
Kini, aku akan bertemu seseorang yang mengenal diriku dari masa itu.
Entah kenapa, aku merasa malu.
Namun, menyelinap diam-diam di tengah situasi seperti ini jelas bukan pilihan.
Aku mencoba memberanikan diri untuk memanggil Lili.
Tapi…
“Bigg-saaan!”
Hanya selisih sepersekian detik sebelum aku membuka mulut, Oru sudah lebih dulu berseru.
Lili menyipitkan mata, menatap kami tajam.
Prajurit tua, Bigg, yang berdiri di sampingnya, langsung menoleh saat mendengar namanya dipanggil.
“……Oru? Itu kau? Benarkah kau Oru? Dan yang di sampingmu itu——Rinji!?”
Mata Lili membelalak.
“……Eh? Oru dan Rinji…?”
Oru melambaikan tangan sambil tersenyum lebar.
“Hai, Bigg-san… lama nggak ketemu. Umm… kelihatannya kamu sehat, ya.”
“Apa yang kalian lakukan di sini!?”
Bigg langsung meninggalkan barisan dan bergegas menghampiri kami.
Para anggota lain dari Kelompok Pedang Mabuk pun ikut bergabung.
“Eh? Rinji-san, maksudmu... orang itu? Yang dulu bareng ayahnya Lili? Barisan depan satunya lagi?”
“Ahh, iya… kalian masuk setelah Rinji dan Oru pergi, ya.”
Rinji melirik sekilas ke arah Oru dan bergumam lirih,
“Dasar bajingan… manggil duluan sebelum aku siap…”
Ia tampak kesal.
Tapi kemudian, ekspresinya berubah pasrah, dan ia memaksakan senyum.
Bigg menjadi orang pertama yang menyambutnya.
“Sudah lama, mantan Wakil Kapten.”
“……Lama tak jumpa, Bigg-san.”
“Fumu, kau tampak sudah jadi pria tangguh sekarang, ya?”
“Dan kamu kelihatannya masih tetap aktif, Bigg-san.”
“Hmph, yah... begitu-begitu saja, kurasa.”
Lili pun mendekat.
“Rinji-san… kamu masih ingat aku?”
“……Bukankah seharusnya aku yang menanyakan itu?”
Ia tersenyum tipis sambil mengangkat bahu.
“Waktu itu aku masih kecil, jadi ingatanku agak samar… Tapi aku masih ingat kamu. Sulit melupakan seseorang yang dulu pernah jadi partner Ayah.”
Rinji tampak canggung.
Melihat ekspresinya, Lili menambahkan…
“Ah, soal Ayah…”
Wajah Rinji langsung menegang.
“Dia udah nggak marah lagi soal yang terjadi antara kalian, kok.”
“……Hah?”
“Ayah memang kasar banget waktu itu. Nggak aneh kalau dia sampai ngejar kamu dan nyaris ngebunuhmu. Bahkan aku yang masih kecil pun masih ingat betapa liarnya dia waktu itu.”
“……Aku nggak bisa menyalahkannya. Aku meninggalkan Kelompok Pedang Mabuk tanpa sepatah kata pun——bahkan tanpa memberi tahu Guaban.”
Mendengar percakapan mereka, aku mulai memahami situasinya.
Dan kemudian aku pun diberi tahu lebih rinci.
Kelompok Pedang Mabuk dulunya adalah pasukan tentara bayaran yang dibentuk oleh ayah Lili dan Rinji.
Bahkan di masa awal berdirinya, nama mereka sudah cukup dikenal luas.
Guaban, ayah Lili, ingin membesarkan kelompok itu lebih jauh lagi.
Sementara Rinji, justru ingin mundur dari dunia tentara bayaran.
Seiring waktu, pendekatan manajemen kelompok itu makin ketat demi ekspansi yang diinginkan Guaban.
Rinji menentangnya.
Tapi Guaban dengan keras kepala menolak menerima pengunduran dirinya.
Ia selalu berkata——
“Kelompok Pedang Mabuk berdiri karena aku dan Rinji! Dua orang pemimpin utama!”
Tapi suatu hari———Rinji menghilang bersama beberapa anggota kelompoknya.
Guaban menyimpan dendam mendalam karenanya.
"Aku dan Rinji telah bersumpah! Untuk menjadikan Kelompok Pedang Mabuk sebagai yang terbaik di seluruh benua ini! Tapi orang itu… dia pergi begitu saja, tanpa sepatah kata pun! Di saat aku sedang mewujudkan impian kami! Bahkan tanpa bilang sepatah kata pun padaku!?"
Ada dua hal lagi yang membuat Guaban makin terluka.
Sebagian besar anggota lama kelompok lebih memilih ikut Rinji.
Dan bukan cuma itu—adik perempuan Guaban juga pergi bersama Rinji.
“Ini bukan cuma soal adikku… Yang lebih berat justru karena sebagian besar anggota lama ikut pergi bersama Rinji-san. Dia bisa bertahan hanya karena Bigg, satu-satunya anggota senior yang masih bertahan.”
“……Aku tahu aku juga salah. Tapi——”
Rinji menatap kosong ke kejauhan.
“Waktu itu, Guaban sudah berubah… Dia tak lagi mendengarkan kami—bahkan aku pun tidak. Dia terlalu fokus membesarkan Kelompok Pedang Mabuk, sampai mengabaikan orang-orang yang sudah lama bersamanya. Itu bukan lagi kelompok tentara bayaran seperti yang pernah kami impikan… Begitulah perasaanku waktu itu.”
Adik Guaban juga sempat menyampaikan kekecewaannya pada sang kakak.
Rinji kembali berbicara, kali ini dengan nada yang lebih lembut, seolah tenggelam dalam penyesalan.
“Meski begitu, kalau kupikir-pikir sekarang… Mungkin aku seharusnya bertahan sedikit lebih lama. Setidaknya mencoba untuk terus membujuknya.”
“Tidak perlu… Ayah juga sudah mengaku, ‘Aku salah.’”
“……Dia baik-baik saja?”
“Sejak dia menyerahkan posisi Kapten padaku dan pensiun, dia mulai diam-diam mengukir patung-patung kayu… hasilnya jelek banget, sih. Berat badannya turun banyak, dan dia terlihat jauh lebih tua sekarang… makanya, Rinji-san sekarang malah terlihat lebih muda dari Ayah.”
Lili tertawa getir.
“Dia memang jarang bicara, tapi aku bisa lihat dia menyesali masa lalunya. Dia tampaknya benar-benar merasa bersalah atas sikapnya terhadap Rinji-san. Tapi ya… itu Ayah. Dia orang yang keras kepala dan ceroboh. Jadi… sepertinya, daripada memaksa reuni, dia memilih melupakan semuanya.”
Mereka berdua terdiam untuk beberapa saat.
Hening, tapi tidak mencekam—seperti dua orang yang saling memahami tanpa perlu banyak kata.
Akhirnya, Rinji membuka suara.
“……Boleh aku menemuinya? Setelah pertempuran ini selesai, aku ingin bertemu dengannya.”
“Tentu.”
Lili tersenyum sambil mengalihkan pandangannya.
“Aku yakin Ayah akan senang.”
“Kalau begitu… aku akan membawa istriku juga. Dan sepupu Lili-chan.”
“Oh? Rinji-san, kamu sudah punya anak?”
“Sudah.”
“Heehhh……”
Hening kembali menyelimuti mereka.
Tapi kali ini, hening yang terasa hangat.
Akhirnya, Rinji berbisik pelan.
“……Aku juga mau minta maaf padamu, Lili-chan.”
“Hmm? Nggak perlu, kok. Aku nggak pernah menyimpan dendam sama kamu, Rinji-san. Lagipula… sekarang di Kelompok Pedang Mabuk, kami menerapkan prinsip ‘tidak menolak yang datang dan tidak mengejar yang pergi.’ Kalau ada yang merasa kebijakan kami tidak cocok, ya… mereka bebas pergi. Kami menghargai teman-teman kami. Tapi aku tidak ingin memaksa siapa pun tetap tinggal. Kalau sampai memaksa, kita semua hanya akan menderita.”
“Kamu menjalankan kelompok ini dengan baik, Lili-chan.”
Lili tersenyum miring.
“Walau begitu——”
Ia mendesah ringan, ekspresinya berubah getir.
“Akhir-akhir ini, Kelompok Pedang Mabuk malah diperalat dengan sangat halus oleh Vysis. Itu kekurangannya. Jadi aku juga harus introspeksi. Tapi… aku berterima kasih pada semua rekan yang masih mau mempercayai dan tetap tinggal bersamaku.”
Tatapannya melayang ke arah rekan-rekannya di kelompok.
Rasa percaya dan kebanggaan terpancar jelas dari sorot matanya.
Anggota-anggota yang mengenal Oru pun bersuka cita dengan reuni mereka.
Rinji dan Lili berdiri berdampingan, menyaksikan kebahagiaan itu dari kejauhan.
“……Aku tidak ingin ada yang mati.”
“Aku juga tidak menginginkannya. Tapi… kudengar pihak Vysis bertarung mati-matian. Jadi… bisa jadi ini akan jadi pertempuran yang benar-benar sulit. Entah apakah kita bisa menang atau tidak…”
“Jangan khawatir.”
Rinji mengangkat tangannya, menunjuk ke arahku.
“Kita punya orang ini——Pahlawan Tingkat Tinggi di pihak kita.”
“Heehhh… Jadi kita punya Pahlawan dari Dunia Lain ya…… ——Hmm? Melihatmu lebih dekat lagi…”
Alis Lili menyatu. Ia mendekat, menatapku dengan lebih saksama.
“Kita sudah pernah bertemu sebelumnya, bukan?”
Yasu segera menunduk, menarik wajahnya ke belakang.
“Y-Ya… Sudah lama…”
Rinji terlihat terkejut.
“Eh? Apa? Kalian kenal?”
Lili menunjukku dengan ibu jarinya.
“Aku dan yang lain pernah dipanggil Vysis buat ngelatih mereka jadi Pahlawan. Yah, kami nggak langsung ngurus anak ini sih…… —Tapi tetap saja… Siapa kamu, ya?”
“Eh? Aku… Tomohiro Yasu……”
Lili memejamkan mata sejenak, mencoba mengingat.
Alisnya semakin mengernyit.
Ia menyilangkan lengan, terlihat berpikir keras.
“Entah kenapa… kamu kelihatan beda banget dari waktu itu…”
Yasu memalingkan wajah.
“Sebenarnya, sejak saat itu… banyak hal sudah terjadi. Jadi——”
Ia menundukkan kepala dalam-dalam.
“Maaf… karena dulu aku bersikap kasar dan menyebalkan……”
Lili sempat terdiam, sebelum akhirnya menghela napas ringan.
Tatapannya tertumbuk pada luka dan perban di tubuh Yasu.
“……Yah, pasti kamu juga punya beban sendiri. Aku nggak tertarik membahas masa lalu. Selama kamu siap bertarung di sisi kami sekarang, aku nggak akan mengungkit apa pun. Lagipula… kamu tampak lebih menyenangkan sekarang. Dan jujur saja——meskipun dulu sikapmu buruk, aku tahu betul kekuatanmu. Jadi… bolehkah kami mengandalkanmu?”
“A-Aku akan berusaha sebaik mungkin.”
Lili menyandarkan dagunya di atas tangan, menyipitkan mata sambil kembali memperhatikan Yasu.
“Ngomong-ngomong——”
Ia sekali lagi mendekat, memperhatikan wajah Yasu dari jarak yang sangat dekat.
“Pahlawan Api Hitam waktu itu… ternyata memang kamu, ya. Dan hal yang sama juga berlaku untuk Fly King. Aneh, rasanya... betapa jauhnya perbedaan antara kesan yang kutangkap dulu dan sosok kalian sekarang.”
(Hah?)
“……Fly King? Maksudmu Belzegia-san?”
“Hmm? Dari cara kamu bicara... kamu pernah bertemu dengannya?”
“Iya… aku… bisa dibilang berhutang nyawa padanya.”
“Heehhh… Kami juga masih bisa hidup sampai sekarang berkat siasat dan rencana dari FLy King, lho.”
“Umm, jadi Lili-san… kamu juga pernah bertemu Belzegia-san?”
“Hmm.”
Lili mengerucutkan bibir, tampak gelisah.
“Maksudku, kami pernah bentrok dengannya—atau lebih tepatnya… dia menyelamatkan kami. Tapi… sebenarnya, sepertinya aku pernah bertemu dia sebelum itu, saat dia belum mengenakan topeng Fly King. Sepertinya… dia menolong kami karena pernah bertemu denganku waktu itu.”
Yasu tertegun.
“Eh? Jadi… kamu pernah lihat wajah aslinya?”
“……Ya, tapi……”
Lili menggaruk kepala, terlihat tak nyaman.
“Anak itu… waktu pertama kali aku lihat, sebelum jadi Fly King… dia tampak benar-benar tidak berbahaya. Lemah lembut, bahkan. Rasanya susah banget menghubungkan sosoknya saat itu dengan sosok yang kita kenal sebagai Fly King sekarang.”
Seorang pria muda.
Jadi… sosok di balik nama besar Belzegia itu, lebih muda dari yang kubayangkan.
“Apakah saat itu dia sudah memakai nama Belzegia?”
“Ah, aku nggak sempat menanyakan namanya… Tapi mungkin kamu bisa tahu lewat dokumen perekrutan ekspedisi ke Reruntuhan Mills. Dia ikut mendaftar waktu itu. Yah, meskipun bisa jadi dia juga pakai nama palsu.”
………………..
Mungkin karena topeng itu… atau pakaian khas Fly King… Ia selalu terlihat seperti makhluk asing yang jauh dari manusia.
Tapi di balik semua itu… aku tahu dia adalah manusia, sama sepertiku.
(……Aku ingin bertemu dengannya lagi.)
Perasaan itu tumbuh dalam hatiku.
Sama seperti Sogou Ayaka——aku ingin bertemu dengannya sekali lagi, sebagai diriku yang sekarang.
Post a Comment for "Novel Abnormal State Skill Chapter 398"
Post a Comment