Bab 132: Perawatan
Mendengar kata-kata James, hati Gregor sedikit merosot. Ia bertanya lagi dengan nada penuh kekhawatiran.
“Kalau begitu… apakah anak-anak itu masih punya harapan untuk pulih?”
Selama dua tahun bekerja di Biro Ketenangan, Gregor sudah sering melihat orang-orang biasa terkena dampak insiden mistik. Ada yang dikendalikan kultus dengan obat-obatan, ada yang dirusak oleh racun kognitif, ada yang kerasukan roh jahat, bahkan ada yang diserang makhluk mistik.
Orang biasa yang mengalami peristiwa mistik hampir selalu meninggalkan bekas luka. Ada yang ringan, ada yang berat. Ada yang tak bisa disembuhkan sama sekali, atau hanya bisa ditangani dengan biaya yang sangat tinggi. Ada juga yang karena bahayanya, akhirnya “ditangani” secara paksa.
Gregor sendiri yang menemukan ketujuh anak itu di vila, dan sampai sekarang ia masih terbayang-bayang oleh pemandangan tersebut. Dalam hati, ia hanya berharap mereka bisa selamat.
“Pengetahuan mistik yang dipaksa mereka pelajari tidak terlalu dalam, dan kadar racun kognitif yang mereka telan belum sampai merusak jiwa secara permanen. Selama mendapat perawatan jangka panjang yang menyeluruh, sebenarnya masih ada kemungkinan untuk sembuh. Racun Chalice di tubuh mereka memang sudah mengakar, tapi kalau diberi obat Batu tingkat tinggi dalam jumlah cukup, ditambah metode pemulihan Gereja, mereka bisa dipulihkan. Namun…”
Ekspresi James menggelap sebelum melanjutkan.
“Tapi perawatan selama itu butuh obat-obatan langka dalam jumlah besar. Biayanya luar biasa tinggi, jauh melampaui dana asuransi kita. Mereka itu anak yatim, tidak ada keluarga yang bisa menanggung pengobatan. Begitu obat habis, mereka akan dipindahkan ke rumah sakit jiwa… dan menghabiskan sisa hidup di sana.”
Biro Ketenangan memang punya dana medis khusus untuk korban insiden mistik, tapi jumlahnya terbatas. Kalau sudah melewati batas, sisanya harus ditanggung keluarga—sementara anak-anak ini tak punya siapa pun.
Wajah Gregor menegang. Lalu tiba-tiba ia teringat sesuatu.
“Tapi… bukankah mereka sudah diadopsi oleh Viscount Field? Bagaimana dengan harta peninggalan Viscount Field?”
“Tidak berguna. Ketujuh anak itu, bahkan yang gejalanya paling ringan sekalipun, secara hukum masih dianggap tidak cakap karena kondisi mentalnya. Artinya, mereka tak punya hak waris. Beberapa kerabat jauh keluarga Field sudah mencium kabar ini dan segera mengirim tim pengacara ke Igwynt untuk berebut harta. Aku sudah bicara dengan mereka—tidak satu pun peduli pada biaya perawatan anak-anak itu. Mereka hanya mengincar warisan.”
“Jadi… nasib mereka sudah bisa ditebak…”
James mengucapkan itu dengan wajah muram, teringat ekspresi menyeringai kerabat-kerabat bangsawan itu. Hatinya diliputi amarah. Gregor yang mendengarnya mengepalkan tangan erat-erat.
“Beginilah kenyataannya rupanya…”
Rumah Sakit Santo Tenet, terletak di kota atas dekat Gereja Cahaya, adalah satu-satunya rumah sakit umum di Kabupaten Igwynt. Para dokter di sana kewalahan menangani pasien yang datang tiada henti.
Karena statusnya sebagai rumah sakit publik, mereka punya kewajiban khusus: satu lantai penuh dikhususkan untuk menangani luka-luka non-ordiner, dijalankan bersama oleh Gereja dan rumah sakit demi merawat orang-orang biasa yang terluka akibat insiden mistik.
Di lantai itu, pintu-pintu besi berat dan jendela jeruji berjejer sepanjang koridor, membuat suasananya lebih mirip penjara. Di balik pintu, beberapa anak kecil mengenakan piyama rumah sakit, dikurung di dalam.
Ada yang meringkuk di ranjang sambil gemetar hebat. Ada pula yang diikat di tangan dan kakinya, meronta sambil menjerit tanpa henti. Beberapa dipaksa minum obat oleh dokter dan biarawati, mulutnya dicekik agar tidak menolak. Ada juga yang duduk membisu, bergumam kata-kata tak jelas.
Meski pintu-pintu kamar tertutup rapat, suara-suara aneh masih lolos keluar.
“Lepaskan aku! Aku harus menemukan Ayah! Aku harus kembali pada Ayah!”
“Aku mau teh… Teh merah Ayah… Bawakan aku teh merah…”
“Domba… domba… aku adalah domba… domba milik Serigala… Serigala, di mana kau…”
Sebuah pemandangan kegilaan memenuhi bangsal itu. Setelah kematian Luer, anak-anak yang dibesarkannya dengan obat dan doktrin benar-benar kehilangan kendali.
Di ujung koridor, sebuah kamar terbuka sedikit. Di dalamnya ada satu ranjang putih. Duduk di atasnya seorang gadis kecil berambut pirang kusam, kira-kira sepuluh tahun, memakai baju pasien. Tatapannya kosong.
Seorang dokter dan seorang biarawati berdiri di sampingnya. Sang dokter mengangkat kartu bergambar kelinci, lalu menunjukkannya pada gadis itu.
“Hewan apa ini, Anna?”
“Itu domba…”
Jawaban Anna keluar datar, monoton. Ekspresi dokter menegang. Ia menyimpan kartu kelinci, lalu mengeluarkan kartu lain bergambar kuda.
“Kalau ini? Anna, pikirkan baik-baik dulu.”
“Itu serigala…”
Anna tetap menjawab dengan nada kosong yang sama. Dokter dan biarawati itu saling pandang, lalu dokter mencoba lagi dengan kartu lain. Kali ini gambarnya sekelompok anak kecil yang sedang bermain riang.
“Lihat ini, Anna. Apa yang mereka lakukan?”
“Serigala sedang berburu domba. Domba harus dimakan…”
Anna bergumam pelan. Dokter dan biarawati itu menghela napas, menggeleng kecewa.
“Baiklah, Anna. Hari ini kamu sudah cukup. Istirahatlah. Sampai jumpa nanti.”
Mereka melambaikan tangan singkat, lalu keluar menutup pintu besi berat itu. Berjalan beriringan menyusuri koridor.
“Sepertinya bahkan anak dengan gejala paling ringan pun masih jauh dari sembuh.”
Dokter itu mendesah.
Biarawati di sampingnya mengangguk. “Pengetahuan mistik yang dipaksa mereka pelajari memang singkat, tapi kadar racun kognitifnya terlalu tinggi. Walau sebagian besar berhasil kami keluarkan tepat waktu, sisa racunnya sulit hilang. Untuk sembuh penuh, Anna butuh setidaknya empat atau lima bulan perawatan.”
“Empat atau lima bulan… entah apakah asuransinya bisa bertahan sejauh itu. Tapi setidaknya dia masih punya peluang. Yang lain… aku tidak yakin ada harapan sama sekali.”
Dokter itu melirik ke kamar-kamar lain, tempat anak-anak yang lebih parah masih meronta dengan gila. Mereka sudah bertahun-tahun dikondisikan Luer. Gejalanya berkali lipat lebih buruk dari Anna. Tidak mungkin bisa pulih hanya dalam beberapa bulan.
Tanpa bantuan dana tambahan, Anna masih mungkin diselamatkan. Tapi keenam anak lainnya… nasib mereka hanya rumah sakit jiwa.
Dokter dan biarawati itu sudah terlalu sering menyaksikan tragedi seperti ini. Di bangsal luka non-ordiner, di mana obat paling sederhana pun harganya selangit, kasus semacam ini justru lumrah.
“Sulit dipercaya tidak ada satu pun kerabat Viscount Field yang mau menanggung biaya anak-anak ini. Bukankah mereka sudah resmi diadopsi?”
“Mungkin beginilah tabiat asli para bangsawan. Dan memikirkan bahwa Viscount Field dulu beramal hanya karena berada di bawah kendali… Ya Ibu Suci di atas, apa benar tidak ada yang namanya dermawan tulus di dunia ini?”
Sambil terus bercakap-cakap, mereka berjalan menjauh di koridor. Di langit-langit, seekor cicak kecil menempel diam, menjulurkan lidahnya.
No comments:
Post a Comment