Grimoire Dorothy Chapter 116

Bab 116 : Situasi

“Pengkhianatan? Maksudmu, Viscount Field hanya bidak sekali pakai dari dalang sebenarnya?” Gregor, setelah merenungi kata-kata James, akhirnya bertanya.

“Itu jelas. Bahkan Field sendiri tak menyangka akan berakhir seperti ini.”

Nada James mantap. Dari reaksi Field tadi, jelas ia tak ingin mati. Ia sama sekali tak menduga dirinya akan bermutasi—menurut pemahamannya, hal itu tak seharusnya terjadi.

Kenapa? James teringat pada saat sebelum Field ikut bersama mereka. Butler-nya sempat memberinya secangkir teh.

Jika teh itu adalah penekan mutasi, seharusnya transformasi tak terjadi secepat itu. Justru karena Field meminumnya, ia merasa cukup aman untuk menurut dan ikut ke Biro Ketenangan.

Tapi… bagaimana jika teh itu bukan penekan, melainkan pemicu?

Jika Field, yang hanyalah pion, meledak bermutasi di dalam Biro Ketenangan—menyebarkan racun hijau dan melumpuhkan semua orang—maka ancaman terhadap dalang sesungguhnya akan sangat berkurang.

Dengan pemikiran itu, James menahan rasa sakit di tubuhnya dan menatap para hunter yang tergeletak mengerang di lantai. Alisnya mengerut tajam.

Gas itu memang tak menghancurkan Biro sepenuhnya, tapi cukup untuk melumpuhkan mereka sementara. Dalam kondisi seperti ini, baik para hunter maupun dirinya tak bisa bergerak. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menunggu gereja datang dengan Unit Pengendali Kontaminasi agar keadaan kembali stabil, barulah pengejaran bisa dilanjutkan.

James punya firasat—jika pion sebesar Field saja rela dibuang, berarti dalang yang sebenarnya tengah menyiapkan sesuatu yang jauh lebih besar.

Sore itu, jauh di pegunungan utara Igwynt, tersembunyi di dalam hutan lebat, berdiri sebuah manor megah.

Manor empat lantai itu tak terlalu tinggi, tapi membentang luas. Dinding merahnya dihiasi jendela-jendela besar, atap miringnya dipertegas empat menara lancip di tiap sudut. Pagar besi panjang mengelilingi halaman luas, lengkap dengan semak yang rapi dan air mancur kecil. Beberapa tukang kebun dan penjaga lalu-lalang di dalam.

Inilah salah satu vila pegunungan Viscount Field—yang paling tersembunyi. Namun sejatinya, sejak enam tahun lalu, pemilik sebenarnya sudah berganti diam-diam.

Di sebuah ruangan besar yang menghadap jendela, duduklah seorang pria tua bernama Luer. Meski berseragam butler, posisinya sudah lama seperti tuan rumah sejati. Ia duduk santai di sofa, membuka sebuah buku bersampul hijau, sementara pelayan di sampingnya menyiapkan teh.

Enam tahun lalu, saat dalam pelarian, Luer bertemu Viscount Field di perjalanan. Dengan kekuatan Chalice, ia meracuni sang bangsawan, menjadikannya boneka. Sejak itu ia menyamar sebagai butler, kembali ke Igwynt, memanfaatkan pengaruh Field untuk membangun kekuatannya dan mendirikan Crimson Eucharist. Semua demi persiapan kenaikan dirinya.

Dan kini, saatnya hampir tiba.

Tok. Tok. Tok.

Pintu diketuk. Tanpa menoleh, Luer berkata datar, “Masuk.”

Seorang pria muda rapi bersetelan jas melangkah masuk—Bill. Ia menunduk hormat.

“Mentor, tempat ritual sudah sepenuhnya siap. Tinggal menunggu jam suci.”

“Bagus. Kau sudah bekerja keras. Enam tahun persiapan berbuah di momen ini. Saatnya kita menutup urusan di Igwynt.” Senyum tipis Luer berkilat dingin.

“Begitu aku naik ke peringkat White Ash, para bajingan Tivian itu akan menanggung akibatnya.”

Bill berdiri tegak, tapi wajahnya menyimpan sedikit keraguan.

“Mentor, bagaimana dengan organisasi misterius itu…? Apa mereka tak akan mengganggu di saat genting ini?”

“Hah, tenang saja. Organisasi itu bukan apa-apa. Satu-satunya alasan mereka bisa menghancurkan Buck dan yang lain adalah karena dibantu Biro Ketenangan. Tapi sekarang? Dengan Field bermutasi di dalam Biro, walau tak menghancurkan sepenuhnya, setidaknya melumpuhkan mereka. Tanpa dukungan Biro, mereka takkan berbuat banyak.”

Luer menutup bukunya, meletakkannya di meja. Judulnya: Jurnal Ekspedisi Hutan Voodoo.

“Tiga tahun penuh kuhabiskan mengubah Field jadi bom gas hidup. Mutasi di dalam Biro… Heh, meskipun James ada di sana, mereka pasti kerepotan menanganinya.”

Bill menatap lembar catatan rahasia di meja dengan kagum. Efek kontaminasi racun memang beragam, tergantung jenisnya. Field, misalnya, dipahat oleh pengetahuan dalam jurnal itu hingga akhirnya berbagi takdir terkutuk sang penulis—berubah jadi makhluk beracun mirip tumbuhan.

“Field adalah pion paling berguna yang pernah kumiliki,” ucap Luer dengan senyum tipis. “Bahkan kalau aku kelak mencapai keabadian, aku takkan melupakannya.”

Ia berdiri, menatap Bill lagi.

“Malam segera tiba. Jam suci mendekat. Mari kita buat persiapan akhir.”

“Baik, Mentor.”

Mereka pun meninggalkan ruangan. Tak mereka sadari, seekor cicak menempel di dinding jendela, lidahnya menjilat udara.

Dua kilometer dari manor itu, sebuah kereta bersembunyi di balik pepohonan.

Di dalamnya, Dorothy duduk dengan wajah mengeras. Dengan Beacon Sigil, ia berhasil melacak hingga ke sini, lalu berhenti tepat di tepi jangkauan kendali bonekanya. Gagak boneka dikirimnya terbang, membawa boneka-boneka kecil, mendarat di atap manor, memulai pengintaian penuh.

Dengan kemampuan appraisal pasif, Dorothy bisa melihat benda-benda ber-spiritualitas tinggi, melewati deteksi mistik sederhana seperti Illuminating Beacon. Maka ia bisa meneliti isi manor dengan teliti.

Dan yang ditemukannya membuat napasnya tercekat.

“Sial. Jadi butler itu mentor sebenarnya?! Field yang ditangkap Biro hanya boneka?! Boneka yang bahkan bisa meledak jadi bom gas?! Biro sekarang pasti lumpuh total…”

Dorothy menggigit bibir. Ia khawatir pada Gregor—semoga ia selamat dari gas beracun.

Rencananya berantakan. Awalnya ia berharap Biro menahan mentor, sementara ia menyerbu markas, menyelamatkan anak-anak, lalu mengantongi apa pun sebelum Biro datang. Tapi kini, semua terbalik.

Mentor berhasil kabur dengan sempurna—meninggalkan cangkang kosong yang menghantam Biro dengan telak. Kini, bukannya menghadapi antek-antek, Dorothy harus berhadapan dengan markas penuh pengikut, plus mentor itu sendiri dan mungkin muridnya.

Ini gawat.

Ekspresinya gelap. Vania yang duduk di sebelahnya ikut panik.

“Astaga… kenapa wajahnya begitu muram? Jangan-jangan pengintaiannya gagal? Dari jarak sejauh ini, memang sulit sekali. Bahkan aku, seorang Guider, tak mungkin bisa. Dia… gadis macam apa sebenarnya?”

Menatap Dorothy yang lebih muda dua tahun darinya tapi sudah memikul beban sebesar ini, Vania ragu sebelum akhirnya memberanikan diri.

“U-umm… Nona Dorothy, apa kau melihat sesuatu di dalam? Apa kau menemukan anak-anaknya? Kalau pengintaian ini terlalu berisiko… bagaimana kalau kita kembali saja, melapor pada Biro? Mereka bisa bekerja sama dengan gereja untuk menghancurkan kultus sesat ini.”

Dorothy hanya terkekeh pahit.

“Kembali? Hah… sudah terlambat. Ritualnya sebentar lagi dimulai. Anak-anak itu… bisa dibilang sudah mati.”

Ia menoleh pada Vania, tatapannya dingin.

“Dan sekarang… satu-satunya yang bisa menghentikan ini hanyalah kau dan aku.”

“…Eh?”

Wajah Vania membeku, terpaku kaget.

No comments:

Post a Comment