Grimoire Dorothy Chapter 110

Bab 110 : Adopsi

“Jadi benar, Viscount Field adalah pemimpin Crimson Eucharist? Mentor yang disebut Bill?”

Dorothy tak menyangka kemungkinan ini. Sulit baginya percaya bahwa Viscount Field—seorang bangsawan yang setiap tahun sungguh-sungguh mengadakan acara amal—bisa ternyata bermuka dua seperti itu.

Memang, sejak dulu Dorothy sempat curiga. Kebiasaan Viscount Field mengadopsi seorang anak tiap tahun, lagu mistik yang dinyanyikan anak-anak panti, kembalinya dia ke Igwynt enam tahun lalu, serta fakta bahwa Clifford pernah berkata sudah menemukan apa yang ia cari pada waktu itu. Semua itu seperti potongan teka-teki.

Namun baru kali ini Dorothy nyaris yakin. Apalagi setelah melihat Bill bergegas langsung menuju ruang pribadi Viscount Field ketika menemukan masalah—hal itu jadi kepastian baginya bahwa sang bangsawan adalah mentor Crimson Eucharist.

Sebenarnya Dorothy bisa saja memastikan identitas sang mentor lewat divinasi. Tapi saat mencobanya, sistem memberitahu bahwa informasi tersebut dilindungi—diselimuti alat anti-divinasi yang menggunakan spiritualitas Bayangan dan Revelation.

Ia bisa saja memaksakan diri, bertarung dengan sumber daya untuk menembus perlindungan itu. Tapi cadangannya terbatas, dan jika kalah, semua usahanya sia-sia. Revelation bisa dipulihkan, namun sumber Lentera terbatas.

Selain itu, sekalipun berhasil, pihak lawan pasti akan sadar karena sumber daya mereka terkuras. Dorothy tak ingin ketahuan terlalu dini. Maka ia menahan diri.

Namun setelah malam ini, ia tak lagi butuh divinasi.

“Sepertinya aku harus meningkatkan serangan terhadap Crimson Eucharist… Tapi untuk saat ini, aku harus tahu apa yang mereka bicarakan.”

Dorothy mengarahkan cicak familarnya mendekati ruang pribadi Viscount Field. Celah pintu terlalu sempit untuk masuk, jadi ia berencana mengarahkannya lewat jendela. Namun tepat ketika ia hendak memindahkan cicak itu ke ambang jendela, pintu terbuka—Bill keluar lebih cepat dari dugaan.

“Apa? Sudah selesai melapor? Cepat sekali.”

Dorothy tak panik. Ia tetap mengendalikan cicak, menyuruhnya memanjat ke jendela untuk menguping.

Sayangnya, yang ia lihat hanya Viscount Field sedang menonton pertunjukan sambil berbincang dengan dua anak. Sang butler sibuk melayani. Tak ada informasi berharga.

Waktu berlalu, acara pun mendekati akhir. Dari balik tirai, butler tua yang berdiri di belakang Viscount Field menuangkan teh setengah cangkir, lalu berbisik,

“Tuan, sebentar lagi giliran Anda.”

“Baik, Luer,” jawab Viscount Field.

Ia menenggak teh itu, lalu bangkit, berpamitan pada anak-anak, dan meninggalkan ruangannya. Dorothy menghela napas.

“Jadi acaranya sudah mau selesai? Sayang sekali, tak ada yang bisa kukorek.”

Beberapa menit kemudian, penampilan terakhir di panggung selesai. Sang pembawa acara melangkah ke tengah, suaranya menggema memenuhi ruangan.

“Waktu-waktu indah selalu terasa cepat berlalu. Hadirin sekalian, tibalah kita di segmen terakhir malam yang megah ini—lelang amal, tempat semua orang dapat menunjukkan cinta dan kemurahan hati.

Pertama, seperti tradisi, mari kita sambut Yang Terhormat Viscount Field. Beliau akan mengadopsi anak asuh ketujuh dari antara para penampil malam ini sekaligus membuka donasi! Mari berikan tepuk tangan meriah!”

Riuh tepuk tangan mengiringi langkah Viscount Field yang naik ke panggung, ditopang oleh butlernya. Anak-anak panti yang tampil sebelumnya berdiri berbaris di belakangnya.

“Pertama-tama, aku ucapkan terima kasih yang tulus kepada kalian semua yang hadir kembali. Atas rahmat Bunda Suci, hari ini kita berkumpul di sini…”

Viscount Field menyampaikan basa-basi dengan senyum sopan, lalu berbalik menghadap anak-anak. Di bawah tatapan penuh harap mereka, ia berjalan perlahan, mengamati satu per satu.

Akhirnya, ia berhenti di depan seorang gadis kecil. Dengan senyum lembut, ia bertanya, “Siapa namamu, domba kecil yang manis?”

“Namaku Anna, Paduka!”

Anna, nyaris tak bisa menahan gembiranya, mengangkat ujung gaun putihnya dan memberi hormat. Viscount Field tersenyum, menggandeng tangannya, lalu membawanya ke depan panggung, disambut sorak-sorai penonton.

Wajah Anna memerah karena semangat, ia melambaikan tangan ke arah penonton. Tatapannya sempat singgah sekilas ke arah Dorothy.

Dorothy ikut tersenyum dan bertepuk tangan bersama yang lain. Tapi di dalam hatinya, terasa berat.

“Sepertinya aku harus bergerak lebih cepat…”

Setelah prosesi adopsi, giliran sesi donasi. Dipicu oleh teladan Viscount Field, para hadirin menyumbang dengan murah hati. Dorothy pun ikut menyumbang sepuluh pound.

Viscount Field menutup malam itu dengan pidato terakhir, mengumumkan bahwa ia akan mengunjungi Panti Amal besok untuk secara resmi mengadopsi Anna sebagai anak asuh ketujuhnya. Sang pembawa acara lalu mengumumkan acara selesai, menutup Charity Show Igwynt tahun ini.

Saat kerumunan mulai bubar, Dorothy segera bangkit. Untuk menghindari kemungkinan bertemu Bill di pintu keluar, ia memilih keluar lewat jendela di lantai satu yang tak dijaga, lalu menuju keretanya.

Begitu masuk, ia melepaskan gagak mayat marionet, menyuruhnya terbang di atas pintu masuk teater untuk mengawasi. Tak lama, ia melihat Viscount Field keluar bersama butlernya.

Dorothy mengamati saat mereka naik ke kereta mewah yang ditarik tiga ekor kuda, lalu mulai bergerak. Ia pun mengikutinya dari jauh, menggunakan gagak untuk memantau dari udara.

Awalnya, pengejaran berjalan mulus. Namun lambat laun masalah muncul.

Kereta satu kuda miliknya tak sanggup menandingi laju kereta mewah tiga kuda Viscount Field.

“Ugh, kekuatan kudanya jelas jauh lebih besar!”

Untuk membuntuti, kecepatannya harus sebanding. Tapi kereta Dorothy kian tertinggal. Ia tak bisa memacu kuda sembarangan di jalan kota—terlalu mencolok dan berisiko membuatnya dihentikan polisi. Lagi pula, sejak awal ia memang membeli kereta untuk keperluan biasa, bukan pengejaran.

“Lain kali aku harus beli kereta yang lebih kuat…”

Dorothy hanya bisa melihat jarak yang makin melebar, hingga akhirnya keluar dari jangkauan tiga kilometer kendali marionetnya.

Gagak itu pun kehilangan target. Kereta Viscount Field menghilang ke arah pegunungan utara Igwynt.

Konon, Viscount Field memiliki sebuah estate dan beberapa vila di hutan pegunungan itu. Ia jarang mengundang siapa pun ke sana, menambah aura misterius di mata warga Igwynt.

Gagal membuntuti, Dorothy menghentikan keretanya. Ia bersandar, menghela napas panjang.

“Besok adopsi itu… Mungkin itu kesempatanku berikutnya. Sepertinya aku harus mengirim seikat bunga lagi untuk saudaraku.”

No comments:

Post a Comment