Grimoire Dorothy Chapter 106

Bab 106 : Kenangan

Di dalam gedung pertunjukan Amal Igwynt, suara bening anak-anak menggema, memenuhi teater dengan kemurnian melodi.

Mengenakan topeng setengah wajah dan seragam staf teater, Bill berjalan pelan menyusuri tepian venue. Tatapannya menyapu kerumunan penonton, seolah mencari sesuatu.

Yang ia cari adalah sebuah aroma—aroma yang pernah ia hafal di tempat pembantaian Mansion Buck.

Bill adalah seorang Beyonder dari Jalur Chalice, tapi dengan sedikit penyimpangan. Upacara kenaikannya diawasi langsung oleh tuan yang ia setiai, dan ritualnya berbeda dari proses konvensional menjadi Craver.

Dalam dunia mistik, sekalipun spiritualitas yang dihimpun sama, hasilnya bisa berbeda tergantung ritual kenaikan.

Dengan membayar harga tambahan, Bill menaik menjadi cabang dari Craver yang disebut Taster.

Taster* adalah cabang dari Craver. Atribut fisik dan vitalitasnya memang melampaui manusia biasa, namun masih sedikit di bawah Craver murni. Sebagai gantinya, Taster memperoleh perwujudan indrawi dari Chalice.

Craver mewujudkan Chalice pada aspek material—khususnya daging—menjadi lebih kuat dan ulet. Sebaliknya, perwujudan Chalice pada Taster tak sekuat itu, tetapi ditebus dengan kepekaan indra yang jauh meningkat.

Perwujudan indrawi Chalice mencakup tajamnya penciuman, pengecapan, bahkan kenikmatan fisik.

Melalui kenaikannya, Bill memperoleh peningkatan luar biasa pada indera penciuman, memungkinkannya menangkap dan menghafal aroma yang tak terdeteksi orang kebanyakan.

Pada hari insiden di Mansion Buck, meski Bill tidak turun tangan langsung, ia tahu ada seseorang yang bersembunyi dalam gelap di ruang kerja. Sebelum pergi, ia menanamkan aroma samar itu dalam ingatan.

Akibat kuatnya bau darah dari banyak korban, kemampuannya menganalisis aroma saat itu terganggu. Ia hanya bisa menaksir bahwa aroma itu milik seorang perempuan, tak lebih. Namun aroma yang tercerai-berai itu tetap ia simpan kuat-kuat.

Tak disangka, hari ini ia kembali menangkap jejaknya.

Bill menyusuri pinggiran venue, mengitari barisan penonton untuk kembali menemukan aroma tersebut. Namun usahanya belum berhasil. Informasi aroma yang ia hafal telah terpecah karena gangguan di TKP sebelumnya. Untuk mengidentifikasi sumbernya, ia perlu berada cukup dekat untuk mengendus langsung.

Tapi kelakuan seperti itu akan terlalu mencolok. Sekalipun ia staf teater, mondar-mandir di antara kursi penonton untuk “mengendus” satu per satu jelas tidak pantas dan kemungkinan besar membuat target waspada.

Jadi, Bill butuh cara lain untuk memastikan lokasi target tanpa membunyikan alarm.

Setelah berpikir sejenak, sebuah ide terlintas.

Ia segera menuju pintu utama, mencari pengawas lantai, lalu melepas topeng setengah wajahnya.

“Ah, Tuan Bill, ada perlu?” sapa si pengawas begitu mengenalinya. Tanpa bertele-tele, Bill memberi instruksi.

“Kumpulkan semua staf dan minta mereka mengumpulkan undangan para penonton sesuai arahanku. Katakan ada masalah pada undangan dan kami perlu menariknya untuk pemeriksaan ulang.”

Di dalam venue, nyanyian anak-anak perlahan usai. Di tengah tepuk tangan menggemuruh, anak-anak yang polos bak anak domba itu membungkuk serempak saat tirai merah turun kembali.

Di antara penonton, Dorothy ikut bertepuk tangan dengan senyum samar. Namun hatinya berat.

“‘Lagu Anak Domba’… Lagu yang dinyanyikan Anna dan kawan-kawan adalah pengetahuan mistik—pengetahuan mistik dalam bentuk lagu… Kenapa bisa begitu?”

Baru setelah peringatan dari sistem, Dorothy menyadari paduan suara itu adalah pengetahuan mistik. Meski sudah sangat terpecah-pecah dan tampak diadaptasi hingga banyak unsur mistiknya terkikis, tetap saja itu pengetahuan mistik.

Mendengar lagu itu, Dorothy secara naluriah mengekstrak spiritualitasnya. Walau begitu tipis hingga tak genap satu poin, ia masih bisa mengidentifikasi bahwa sifatnya adalah Chalice.

Dengan kata lain, Lagu Anak Domba terkait dengan Chalice. Namun versi yang dibawakan anak-anak itu telah dipangkas habis-habisan dan dimodifikasi, kemungkinan untuk meminimalkan kontaminasi dan menghindari kecurigaan.

Seandainya bukan sistem yang mengidentifikasinya dengan presisi, Dorothy pun mungkin takkan menyadari ada yang janggal pada lagu itu.

“Kenapa anak-anak Panti Amal menyanyikan transmisi mistik Chalice di pertunjukan amal? Dan menurut pembawa acara, mereka setiap tahun membuka dengan paduan suara. Apa semuanya selalu seperti ini? Ada yang salah dengan Panti Amal? Aku sudah berhari-hari mengajar di sana, tapi tak melihat kejanggalan sedikit pun!”

Dorothy memutar pertanyaan-pertanyaan itu, bukan hanya bingung, melainkan juga cemas.

“Menayangkan transmisi mistik Chalice di panggung secara terbuka… Apa pun kebenarannya, jelas ada masalah besar dengan pertunjukan amal ini. Awalnya aku hanya datang menonton Anna, tapi sekarang suasananya terasa berisiko…”

Dengan pikiran itu, Dorothy makin waspada; kecurigaan tipis menyelimuti persepsinya terhadap sekeliling.

Ia merogoh saku dan mengeluarkan sekeping koin emas. Satu sisi bergambar matahari, sisi lain terukir lambang Gereja Cahaya. Itu adalah wadah simpan spiritual yang ia peroleh dari Brandon, terkait spiritualitas Lentera. Dengannya, ia bisa melakukan penenungan.

Sekarang, ia perlu menilai keadaan sekitar.

Dalam teknik dasar penenungan yang ia pelajari dari Aldrich, banyak ritual menuntut persiapan dulu—mustahil dilakukan sekarang. Namun ada beberapa penenungan sederhana tanpa tata laksana rumit.

Salah satunya, lempar koin.

“Apakah aku sedang dalam bahaya?”

Mengulangi pertanyaan itu dalam benak, Dorothy melempar koin emas setenang mungkin dan menutupinya dengan telapak. Setelah merasakan sedikit spiritualitas tersedot, ia perlahan mengangkat tangannya.

Koinnya meredup, dan sisi bergambar matahari menghadap ke atas. Itu adalah hasil “ya.”

“Hhh… jadi benar…”

Melihat hasilnya, Dorothy mengembuskan napas panjang, mengabaikan pembawa acara yang memperkenalkan penampil berikutnya. Ia mulai berpikir keras.

“Bahaya… bahaya macam apa? Dari mana sumbernya? Akan berupa apa… dan kapan?”

Ia menyadari betapa tipisnya data yang ia miliki. Menutup mata, ia mulai memilah-milah kenangan.

Sejak tiba di teater sampai saat ini, Dorothy meninjau ulang tiap detail. Kemampuanku sebagai Cognizer memungkinkanku menyimpan semua informasi inderawi hingga setengah hari. Setiap helai rumput yang kulewati bisa kupanggil kembali. Ingatan super ini akan pudar perlahan setelah setengah hari, kecuali kalau aku membayar spiritualitas untuk “mengawetkan” fragmen pentingnya.

Maka, Dorothy menelusuri kenangannya dengan saksama—menginspeksi tiap sudut teater, tiap wajah yang sempat dipandang, tiap kata yang tertangkap telinga—mencari petunjuk dari data yang tampak remeh.

Berkat kecepatannya memroses informasi, Dorothy segera menangkap sesuatu yang penting dari rekaman singkat ingatannya.

Sebuah memori saat ia baru memasuki teater, berjalan di lorong belakang pintu utama bersama arus tamu.

Ketika ia mengulir balik memori visual itu secara teliti, tampak sosok samar yang terasa familiar melangkah berpapasan dengannya.

Seorang pemuda, staf teater, dengan topeng setengah wajah yang hanya menyisakan rahang.

Ditelaah lebih dekat, rasa familiar itu menguat. Sosok itu sangat mirip dengan seseorang dalam ingatannya.

Orang itu adalah Bill—pemuda yang menyelamatkan Buck saat penyerbuan di Mansion Buck.

Waktu itu, dari balik bayang-bayang, Dorothy mengamati Bill dengan cermat. Memanfaatkan kemampuan Cognizer dan membayar spiritualitas, ia menanamkan fitur-fitur pemuda itu dalam ingatan setajam foto beresolusi sangat tinggi.

Sekarang, Dorothy merasa staf bertopeng setengah wajah yang berpapasan dengannya di lorong itu mirip Bill—terlalu mirip untuk disebut kebetulan.

No comments:

Post a Comment