Novel Gadis Penjahit Chapter 75

Pembaruan


“Gempa?”

“Guncangan yang terjadi saat labirin bergeser, kan?”

Lulu sempat mendongak lega mendengar kata-kata Enderia, tapi kemudian wajahnya malah pucat pasi dan ia buru-buru menutup mulut.

“Tanahnya goyang… menakutkan… aku pusing, mau muntah… Yui-sama, kau baik-baik saja?”

“Apa kau baik-baik saja?”

Aku memeluk kepala Lulu yang tampak kesakitan, mengusapnya pelan untuk menenangkannya.

“Bahkan putri duyung pun tidak suka gempa bumi, ya?”

Menjawab pertanyaan Mimachi, Ruruuu mengangguk gemetar.

Ia benar-benar kehilangan keseimbangan, duduk di tanah sambil memeluk pinggangku erat-erat. Aku jadi merasa kasihan… seandainya saja ada bangku di sini.

“Bukankah rasanya mirip ombak di bawah laut?”

“Tidak… rasanya seperti terseret arus laut yang tak bisa kulawan. Dan itu baru karena aku seekor duyung.”

Begitu, ya?

“Kalau ada lapak makanan yang pakai api, segera padamkan apinya! Lindungi diri sendiri dulu sebelum daganganmu! Kalau supmu tumpah, bisa melepuh, jadi segera menjauh!”

Arjit berteriak sambil melirik ke salah satu kios.

Dalam kepanikan, seseorang berdiri tergesa dan hendak mengangkat panci sup, tapi begitu mendengar suara Arjit, ia langsung membeku. Orang-orang di sekitarnya cepat menariknya mundur hingga jatuh terduduk.

Seorang lain yang gemetaran buru-buru memadamkan api lalu pergi.

“Kalau cuma segini, seharusnya tidak sampai menimbulkan runtuhan. Wah… taman ini malah makin bercahaya.”

Nada suara Mimachi terdengar lebih bingung oleh reaksi orang-orang ketimbang oleh gempanya sendiri.

“Gempa memang jarang terjadi di negeri ini.”

“Oh, sepertinya ada pilar-pilar berdiri mengelilingi labirin.”

“Mimachi, bisa kau lihat?”

“Aku tak bisa melihatnya langsung, tapi aku bisa tahu dari gerakan roh tanah.”

Getaran makin melemah lalu reda, bersamaan dengan cahaya di alun-alun yang perlahan padam.

Di alun-alun yang tadinya kosong, kini muncul bangku-bangku, pohon peneduh, serta beberapa bunga dan tanaman di beberapa titik.

Area selain tempat tanaman tumbuh dilapisi ubin kuning pucat menyerupai bata… dan di sekitar pilar tanah yang baru ditambahkan itu, muncul petunjuk pemakaian dalam bentuk gambar dan tulisan cokelat kemerahan.

“Sudah selesai?”

“Aku bisa mengerti soal bangku dan tanaman… tapi pilar tanah itu apa?”

Mimachi merapatkan jari-jarinya ke mata lalu meluruskan punggungnya.

“Penglihatan jauh.”

Aku bergumam pelan, merasakan energi sihir berkumpul di sekelilingku, membentuk lingkaran dari jemari yang kusatukan.

Seperti teleskop, ya?

Tapi tampaknya bukan tenaga roh yang menggerakkannya.

Bagi diriku, rasanya aku tak bisa memakainya kecuali dengan kedua tangan yang dibentuk seperti tabung.

“Penglihatan jauh.”

Aku mengintip lewat tabung buatan tanganku, lalu memutar jemari untuk menyesuaikan fokus.

Aku takjub—hal yang hanya kubayangkan samar ternyata benar-benar tercipta.

Itu… gacha sebesar mesin penjual otomatis.

Ada tempat untuk memasukkan koin, tuas untuk diputar, dan bukaan besar untuk mengambil hasilnya.

“Yui-sama, apakah kau punya skill penglihatan jauh?”

Ruruuu, yang masih menempel di pinggangku, mendongak sambil bertanya. Mimachi pun menoleh cepat, “Hah?”

“Skill?”

No comments:

Post a Comment