Novel Gadis Penjahit Chapter 70

Tur Labirin


Labirin itu tampak seperti gundukan tanah kecil, mirip sarang semut raksasa.

Pemandangan yang terasa aneh di tengah kota, namun entah bagaimana, dari jarak lebih dari sepuluh kilometer, keberadaannya seakan lenyap begitu saja dari pandangan.

Begitu melangkah ke alun-alun, aku mendongak menatap ukuran gundukan tanah yang permukaannya tertutup sulur ivy merah mencolok.

Labirin Menesmetro—yang lebih dikenal dengan sebutan Labirin Pemandian Air Panas.

Melihat tulisan pada gerbang, rupanya nama resminya memang Labirin Pemandian Air Panas.

“Benar-benar ada, ya.”

Aku sampai keluar-masuk alun-alun hanya untuk memastikan.

“Menarik, bukan? Kadang memang ada labirin tersembunyi. Ini salah satunya.”

Arjit mengusap kepalaku di atas topi sambil berkata.

“Labirin pendakian saja sudah langka. Tapi yang ini unik karena juga punya jalur menurun, jadi jauh lebih langka.”

Di alun-alun, beberapa lapak berdiri di sana-sini. Aroma daging panggang langsung menyeruak ke hidung.

“Yakitori?”

“Bukan, itu ikan. Monster jenis burung yang muncul di labirin ini kuat dan harganya mahal, jadi tak mungkin dijual di lapak jalanan.”

Aku melihat seseorang lewat sambil memakan sate, memang terlihat seperti daging panggang tusuk.

“Ikan?”

“Iya, ikan. Tapi saat dimasak, rasa dan aromanya mirip daging babi.”

Aku jadi teringat ikan yang kumakan dalam perjalanan ke sini—tampilannya seperti daging babi kecap. Ternyata memang begitu.

Namun, ada hal lain yang lebih mengusikku.

“Kenapa semua orang tampak seperti baru keluar dari pemandian?”

Hampir semua orang di alun-alun—selain penjaga toko—wajahnya segar luar biasa. Ada yang menyampirkan handuk di bahu, ada juga yang rambutnya masih lembap.

“Orang-orang itu kemungkinan besar bermalam di dalam labirin, lalu mandi pagi di pemandian air panasnya.”

“Ah, Master Yui, boleh saja melihat-lihat labirin, tapi hati-hati ya. Di guild petualang ada orang-orang menyebalkan. Jadi, meskipun wanita sekuat apa pun, tolong jangan masuk tanpa kami para pria.”

Aku memiringkan kepala mendengar tambahan kata-kata Schnell di samping Arjit.

“Guild dan labirin itu... terpisah?”

Kupikir mereka berada dalam gedung yang sama.

“Di lantai pertama labirin memang ada toko pembelian milik guild.”

“Yui-sama, nama Labirin Pemandian Air Panas bukan sekadar nama.”

Pintu masuk labirin itu berupa lengkungan besar dari susunan batu bata.

Cukup lebar untuk dilewati lima orang berdampingan, tanpa ada pintu penutup sama sekali.

Bagian dalamnya berbentuk kubah, dengan air memancar seperti tiang di tengah.

Ukuran pemandian memang bisa ditebak dari luar, tapi begitu masuk, langsung terlihat pilar air di depan, dengan pintu geser di kedua sisi yang ditutupi kain noren merah dan biru—menunjukkan pintu masuk pemandian pria dan wanita.

Lebih jauh ke kiri dan kanan, ada lengkungan batu bata seperti gerbang stasiun kereta. Di sampingnya berdiri penjaga bersenjata tombak. Tampak jelas para petualang membayar orang yang duduk di balik meja mirip loket sebelum masuk.

“Ada tangga naik menuju bagian atas labirin di belakang. Tangga sebelah kiri menuju jalur bawah.”

“Di balik pintu dengan kain merah dan biru itu pemandian air panasnya. Merah khusus wanita, biru khusus pria.”

Ah, tulisannya dalam kanji Jepang. Karena berupa kain, mungkin teknik jahitannya pakai Kago-stitch? Aku mendekat untuk melihat lebih jelas.

Kaligrafi indah bertuliskan pemandian wanita terlukis dengan kuas.

No comments:

Post a Comment