414 - Tangan yang Menuntun
[………………..]
[Meski begitu, bahkan Asagi-san ini awalnya tidak menyadari betapa berbahayanya Mimori-kun. Di dunia asal kita, dia begitu pandai berkamuflase hingga kau tak akan pernah percaya hal-hal semacam itu bisa datang darinya. Dibandingkan Hijirin dan Kiri-chan, dia ada di level yang benar-benar berbeda. Bayangkan saja, sesuatu yang sebegitu berbahayanya ada di kelas kita sendiri. Bahkan aku pun tak bisa menembus penyamarannya.]
[……………….Apa kau sedang mengulur waktu?]
[Hmm? Oh…… kau pikir aku hanya sedang mengulur waktu dengan obrolan sampai Mimori-kun atau Ayaka datang sebagai bala bantuan? Eh, itu kau sendiri yang bilang begitu, Vysis-chan? Padahal sejak awal kaulah yang terus meragukan tawaranku dan membuang-buang waktu dengan memaksa aku menjelaskan, kan?]
Tanpa bergerak sedikit pun, Vysis menghela napas tipis.
[Setiap kali aku bicara, kau selalu punya jawaban balik…… Mungkin aku benar-benar harus membunuhmu.]
[Kalau kau sebegitu takutnya dengan Unique Skill-ku……]
Asagi merentangkan kedua tangannya ke arah Vysis.
[Kalau mau, kau bisa memotong kedua lenganku?]
[………………]
[Aku bisa menahan rasa sakitnya dengan Unique Skill-ku, toh. Lagipula, Vysis-chin, kau bisa menyambungkannya lagi nanti dengan sihir penyembuhan dewa yang dulu kau pakai pada tangan Sakura-chan, bukan? Kalau kau potong, aku tak akan bisa memakai tangan untuk melakukan hal-hal licik…… jadi ayo, cepatlah, waktu kita tidak banyak. Ah, tapi aku tak bisa menghentikan pendarahannya, jadi bagian itu aku serahkan padamu, oke?]
Aku bisa melihatnya——— ada perubahan, sekilas saja, di mata Vysis.
[Aku sudah terlalu sering ditipu oleh para bajingan…… jadi sekarang, aku selalu memastikan untuk mengamati orang dengan cermat, supaya tak tertipu lagi. Asagi-san, kau…… kau benar-benar ingin berada di pihakku, bukan? Aku merasa kau tidak sedang berbohong. Dan kepastian itu…… jujur saja, menakutkan. Kalau ini hanya sandiwara, maka itu pertunjukan luar biasa. Apa aku…… sedang ditipu lagi?]
[Sudah kubilang kan? Aku serius. Sangat serius. Jadi ayo, jangan buang waktu lagi, cepat potong———–]
[A- Asagi-san!]
Sampai saat ini, aku hanya diam mendengarkan percakapan mereka.
Karena ini Asagi.
Aku terus meyakinkan diri: dia sedang memperdaya Vysis, ini hanya bagian dari strategi.
Mungkin, seperti kata Vysis, dia hanya sedang mengulur waktu.
Itulah kenapa aku tetap diam dan menonton.
Mungkin dia tidak memberitahuku atau Mad Emperor karena———
Dia sedang menjalankan taktik klasik “menipu musuh dengan lebih dulu menipu teman”.
Mad Emperor pasti berpikir sama.
Itu sebabnya kami berdua hanya diam, mendengarkan percakapan mereka.
Namun———
[I- Itu benar!? Asagi-san, kau sungguh——— berniat berpihak padanya!? Apa kau benar-benar harus melawan Mimori-kun di pertempuran ini!? Tak bisakah dilakukan dengan cara lain…… m- misalnya, setelah pertarungan ini berakhir, atau ketika kita kembali ke dunia asal, seperti dalam game biasa……? Tak ada cara lainkah……? Aku percaya pada Asagi-san…… a- aku…… aku percaya padamu———!]
Air mata pun mengalir.
Tanpa kusadari, aku menangis.
Aku percaya padanya.
Aku ingin percaya padanya.
Vysis menatapku sambil tersenyum.
[Pahlawan kecil yang lamban itu, siapa namanya tadi…… Kashima-san, ya? Pahlawan rendahan yang tak tahu apa-apa itu mengatakan semua ini, tapi bagaimana menurutmu, Asagi-san?]
[Betul, betul, Goddess-sensei.]
[………………]
[Sebagai imbalan bergabung denganmu, aku hanya ingin satu hal.]
[Aku akan mendengarnya dulu.]
[Kuminta kau menyelamatkan Kobato-chan, kelompokku…… dan juga Zine-chin serta orang-orang dari Mira.]
Aku——— terkejut.
Mendengar syarat itu, aku tahu.
Aku bisa merasakannya jauh di dadaku.
Dia sungguh bersungguh-sungguh.
Bahkan Mad Emperor pun tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Setelah sejenak, Vysis membuka suara.
[Kelompok Asagi memang tidak terlalu merepotkan, jadi aku tak masalah…… tapi kenapa Mad Emperor? Jangan bilang alasannya konyol seperti kau jatuh hati pada ketampanannya? Dia salah satu pemimpin pemberontakan, tahu. Aku benar-benar ingin membuatnya membayar……]
[Zine-chin dan orang-orang Mira sudah membantu kami. Rasanya tak enak kalau mereka yang begitu malah terjebak dalam nasib buruk, bukan? Lagi pula, kalau pada akhirnya kami tinggal di dunia ini, kami juga butuh tempat untuk menetap, kan? Mira sudah cukup familiar, cocok juga dijadikan rumah kedua.]
[Hmm……]
Vysis menyentuh dagunya, berpura-pura berpikir.
[Tapi Mad Emperor…… lihat saja betapa bermusuhannya dia. Kalau dia melawan saat kami mencoba menangkapnya, mungkin aku langsung membunuhnya saat itu juga karena jengkel……]
[Ah, jangan khawatir soal itu.]
Asagi menoleh pada kami.
Kini, dia berdiri tepat di sisi Vysis.
Meski begitu, Vysis tetap waspada, menjaga jarak agar Asagi tak bisa menggunakan Unique Skill-nya.
[Aku sudah memastikan mereka bertiga meminum racun lumpuh yang kerjanya tertunda.]
Aku membeku.
[……Eh?]
[Biarkan saja sebentar, sebentar lagi mereka tak akan bisa bergerak.]
Wajah indah Mad Emperor terpelintir, menyadari kenyataannya.
[———Teh itu ya.]
Asagi menunjuk Mad Emperor dengan jarinya, seolah-olah itu laras pistol.
[Ding-ding, betul sekali!]
Chester menoleh pada Mad Emperor.
[Yang Mulia……]
Mad Emperor menggigit bibirnya, menatap tajam Asagi.
[Tapi, kapan kau……?]
[Di perjalanan ke sini, waktu kita mampir ke Monroy.]
[……Monroy!?]
[Unn. Aku sudah lama tahu tentang tempat yang disebut Blood Colosseum itu. Yah, bukan hanya itu, aku kan tipe rajin, aku sudah mempelajari negara-negara di benua ini. Dan aku menemukan rumor menarik. Konon, mereka membuat para Blood Champion di pertandingan terakhir mereka meminum sejenis racun lumpuh yang kerjanya tertunda.]
Asagi meniup pelan ujung jarinya yang diposisikan seperti pistol.
[Kalau seorang Blood Champion papan atas—bintang utama mereka—umumkan pensiun, penyelenggara harus mencari bintang baru, kan? Jadi, ketika sang juara kuat masuk ke pertandingan terakhir, mereka diam-diam menyelipkan racun itu dengan dalih ritual sebelum pertarungan. Lalu mereka dipaksa kalah——— dibunuh. Dengan begitu, lawan yang mengalahkan sang bintang, yang tak bisa menunjukkan kekuatan penuh karena racun, akan mewarisi ketenarannya dan jadi idola berikutnya…… Bagian cerdasnya, mereka membiarkan Blood Champion yang kurang populer pensiun dengan normal, jadi tak semua mati di pertandingan terakhir. Operasi yang cerdik, bukan? Hahh…… coba saja para dev game gacha yang dulu kumainkan punya kecerdikan seperti itu dalam manajemen…… Bahan bagus tapi terbuang sia-sia.]
“Ah, lebih baik aku tak berlama-lama atau Goddess-chan bakal menuduhku mengulur waktu lagi,” ucap Asagi sambil mengembalikan pembicaraan ke jalur.
[Racun itu kerjanya tergantung campurannya. Untuk kalian, aku sudah siapkan supaya bereaksi agak belakangan. Oh iya, aku juga minum teh yang dicampur racun itu, jadi sebentar lagi aku juga lumpuh. Sebenarnya aku punya penawarnya di saku, tapi…… yah, bakal mencurigakan kalau aku minum sendirian di jalan, bukan?]
Seluruh tubuhku bergetar.
[K- Kenapa…… kenapa kau melakukan itu……? P- Padahal waktu itu kita bahkan belum tahu akan bertemu siapa……]
[Oh, yah, sejak saat itu aku memang sudah berencana melawan Mimori-kun——— Dan karena kita sudah makin dekat ke kastil Vysis-chan, kupikir waktunya tepat untuk memulai rencana. Sebenarnya aku sempat ragu sampai detik terakhir, tahu? Tapi yah, kalaupun itu ternyata salah, aku tinggal jujur mengaku dan minta maaf. Lagipula, meski pengkhianatanku terbongkar, aku yakin ketua kelas kita tidak akan membiarkan mereka membunuhku. Sama saja seperti di negara asal kita, kalau hukumannya ringan sekalipun kau berbuat salah, kenapa tidak dicoba? Keuntungannya lebih besar daripada risikonya.]
[———Asagi.]
Suara Mad Emperor berat, penuh rasa bersalah.
[Bagi diriku…… meminum teh itu juga bentuk kepercayaanku padamu, Asagi Ikusaba.]
[Wah, manis sekali…… sama manisnya dengan teh yang kau minum, Zine-chin. Kau terlihat dingin dan angkuh, tapi sebenarnya kau orang baik, ya, Mad Emperor-san?]
Dengan helaan napas lembut, Mad Emperor tersenyum.
Kali ini, senyuman penuh penerimaan.
[Touka berkata…… kau tidak akan mengkhianati kami. Aku percaya pada kata-kata itu…… kata-kata dari sahabat pertamaku. Dan inilah hasilnya…… tak ada lagi yang bisa kulakukan selain menerima.]
[Anggun sekali, Zine-chan. Aku suka itu.]
[Namun——— Aku tidak pernah berkata aku akan menerima tawaranmu. Ini hanya konsekuensi dari mempercayaimu. Aku hanya mengakui fakta itu.]
[Mmhmm, begitu ya. Tapi tahu tidak, kalau terus bersikap sok benar seperti itu, Vysis-chan yang menakutkan bisa saja membunuhmu. Asagi-san tidak bisa menjaga orang yang memang berniat mati. Lakukan sesukamu.]
Baik Mad Emperor maupun Chester sudah bersiap untuk bertarung.
Namun——— tak satu pun bisa menyerang.
Mungkin karena mereka sudah tahu, bahkan sebelum bergerak———
Mereka tak akan bisa menang melawan Vysis.
Karena mereka sama-sama kuat, mereka bisa menakar kekuatan lawan.
Dan mereka bisa melihat jelas——— peluang menang itu tak ada.
Asagi memiringkan kepala, tersenyum cerah.
[Ah, Kobato, kau sudah memutuskan menerima syaratku, kan?]
[Eh……]
[Selama kau tetap diam sampai semuanya selesai, itu saja yang kuminta.]
[Asagi…… san……]
[Zine-chin dan Chester-san…… kalau kalian mau mati, silakan. Pilih pil merah atau pil biru terserah kalian. Ah——— tapi pilnya sudah kucampur di minuman kalian ya? Jadi ucapan itu agak gagal. Tehepero~~♪]
Chester menatap Asagi dengan penuh amarah.
[Kuh…… Asa…… gi……]
Dan pada saat itu———
[———Kalau begitu, bagaimana dengan yang lain……?]
Akhirnya Vysis membuka suara.
Sejak tadi, ia tampak sibuk berpikir.
[Kalau aku membunuh yang lain——— kalau aku berbuat sesuka hati pada mereka, kau tak akan protes, bukan?]
Mendengar itu, Asagi……
[Unn, aku tak masalah.]
Jawabnya ringan.
Air mata menetes di pipiku saat aku terisak.
Hijiri-san…… Itsuki-san juga.
Mimori-kun pun begitu.
Semua teman sekelas kami, bukan hanya kelompok Asagi.
Juga semua orang yang berjuang bersama kami, baik di dalam maupun di luar labirin ini.
Bahkan Sogou-san……
[Asagi-san…… tidak, jangan…… hal seperti itu…… tidak mungkin boleh……]
[Fufu…… Poppo-chan, itu tak boleh, tahu? Itu tidak bisa……]
[Eh……?]
[Kau jadi putus asa karena——— kau pikir aku mungkin akan menang, bukan?]
[ ! ]
[Ya…… itu artinya, Vysis-chan.]
Asagi menatap Vysis……
[Bahkan melawan Skuadron Fly King sekalipun, aku mungkin bisa menang…… Itulah yang tanpa sadar dipikirkan Kobato-chan dalam hatinya. Sejujurnya? Aku rasa akulah satu-satunya yang bisa melihat jalan menuju kemenangan di papan ini, melawan Mimori Touka.]
[……Hmmm. Dan dari mana datangnya kepercayaan diri itu? Maaf, tapi apa kau benar-benar seorang ahli strategi ulung?]
[Hmm, bukan ahli strategi sih…… kalau mau dibahasakan dengan gaya chuuni, mungkin soal “kedekatan wilayah laut”? Selain itu, di dunia ini, mungkin aku satu-satunya yang bisa menyelam sedalam dirinya. Aku yakin ada banyak orang dengan masa lalu kelam, tapi Mimori-kun dan aku…… kami berenang di arus yang berbeda.]
[Hmm, aku tidak begitu paham dengan perumpamaanmu.]
[Justru karena Vysis-chan tidak paham, aku bisa memikirkan rencana yang tak pernah terpikirkan olehmu.]
[Hmm…… entah kenapa, aku merasa kau hanya berusaha menipuku……]
[Apa? Kau masih berpikir aku bisa mengkhianatimu, atau hal membosankan semacam itu?]
Nada Asagi terdengar agak kesal.
[Ayo, kau bukan anak kecil lagi…… saatnya dewasa, Vysis-chan.]
Entah kenapa, seolah aku bisa mendengar urat di pelipis Vysis menegang.
Dengan tatapan dingin dan sunyi, ia menunduk menatap Asagi.
[Kalau begitu, alasan apa aku harus mempercayaimu? Lagipula, kau sudah bertingkah terlalu sombong, bocah kecil.]
[Itulah kenapa aku bilang, potong saja tanganku ini sebagai jaminan, nenek tua.]
Asagi membalas, matanya sedingin dan segelap milik Vysis.
[……………………]
Namun tak lama, Asagi menyeringai.
[Fufun, ayo, ayo~~? Kalau kau tidak cepat, Fly King yang menakutkan itu bisa muncul, tahu? Waktu kita hampir habis~~ Cepatlahhh~~]
[………… ———Pff.]
[Oryo?]
[Pwahahaha!]
Vysis meledak dalam tawa.
Lalu———
[Aku mengerti, aku mengerti…… sepertinya aku telah meremehkan Pahlawan bernama Asagi Ikusaba ini. Tak kusangka kau bisa seberguna ini…… Aku harus mengakui, aku perlu merenungkannya.]
[Oh? Jadi kita ada kemajuan?]
Vysis menggenggam tangan kanan Asagi dengan tangan kirinya.
[Kau——— Kau agak mirip denganku.]
[Ohh…… jadi ini momen “sang veteran mengakui sang protagonis”, ya…… ———Oryo?]
Tangan kanan Asagi———
Diarahkan ke dada kiri Vysis.
Bukan Asagi yang mengulurkan tangan.
Melainkan Vysis yang menuntunnya ke sana.
[Ayo sekarang, Asagi Ikusaba…… tunjukkan apa yang bisa kau lakukan.]
Mata Vysis membesar, menatapnya sambil menyeringai.
[Selama kita bersentuhan seperti ini, kau pasti bisa mengaktifkannya, bukan? Kartu truf-mu itu——— Unique Skill-mu yang bisa membalikkan keadaan. Nih, ini kesempatanmu, kan?]
No comments:
Post a Comment