Bab 97 : Lautan Sastra
“Pengetahuan?”
Di dalam ruang makam bawah tanah, Vania—anggota terakhir yang selamat dari Tim Pemulihan Relik Suci—menatap dengan bingung pada kata yang tiba-tiba muncul di salinan Kitab Cahaya miliknya. Ia yakin betul, ia tak pernah menuliskan kata itu di kitab sucinya.
Kitab Cahaya adalah pegangan utama bagi setiap rohaniwan dari Iman Cahaya, hampir selalu dibawa secara pribadi. Banyak pengikut setia juga menyimpannya di rumah, membacanya dan merenungkan ajarannya setiap hari. Karena kesakralannya, menulis atau membuat tanda apapun pada kitab itu adalah hal yang dilarang keras. Vania sendiri selalu menaati aturan ini, tak pernah sekali pun mencoret-coret kitabnya.
Lalu… bagaimana bisa kata itu muncul?
“Apakah ini… wahyu dari Tuhan?”
Itulah pikiran pertamanya. Sebelum membuka kitab, ia sudah berdoa dengan sungguh-sungguh agar diberi petunjuk ilahi untuk menyelamatkan diri dari situasi gentingnya. Tak lama setelah itu, ia melihat kata tersebut.
“Jadi beginilah maksud para tetua biara ketika berkata, ‘Yang tulus beriman bisa menemukan wahyu di dalam Kitab’? Aku tak pernah membayangkan wahyu itu bisa muncul sedemikian langsung… Kukira selalu harus menafsirkan maksud ilahi yang tersembunyi di antara baris-baris ayatnya…”
Vania menatap kata yang muncul seolah entah dari mana, hatinya dipenuhi kekaguman. Ia tak pernah terpikir kalau wahyu bisa terwujud dengan cara seperti ini.
Rasa gembira itu perlahan berganti kebingungan. Menerima petunjuk memang baik, tapi… apa arti kata itu?
“Pengetahuan? Jadi petunjuk Tuhan untuk keselamatanku adalah… pengetahuan? Apa maksudnya? Putra Suci, Bunda Suci, Bapa Suci, Penyelamat… siapa pun di antara kalian yang mengirimkan wahyu ini, bisakah… sedikit lebih jelas?”
Ia masih terperangah dalam kebingungan ketika suara-suara kasar terdengar dari luar ruang makam.
“Sialan… ruangan ini isinya sedikit sekali? Hanya ada banyak guci dan botol! Harus diperiksa satu-satu, repot banget.”
“Kalau begitu jangan periksa. Pecahkan saja semua. Jangan buang waktu, kita harus cepat selesai!”
“Baik…”
Bersamaan dengan percakapan itu, suara pecahan kaca menggema. Vania semakin cemas sekaligus marah.
“Jangan dihancurkan! Itu artefak berharga! Sial… Kalau begini terus, mereka akan masuk ke sini juga! Ya Tuhan, bagaimana pengetahuan bisa menyelamatkanku? Tolong beri penjelasan yang lebih jelas… Apa gunanya pengetahuan ini?”
Matanya kembali terarah pada kata di kitab suci. Semakin lama ia menatapnya, semakin ia merasakan sesuatu yang aneh—seolah ada bisikan halus di benaknya.
Bisikan itu menanamkan satu gagasan: ia harus menulis balasan.
“Menulis… balasan…”
Dengan suara lirih, Vania yang terdesak akhirnya mengikuti intuisi itu. Ia mengeluarkan pena yang selalu dibawanya, lalu menulis di bawah kata misterius dalam kitabnya.
“Tuhan, mohon beri pencerahan. Bagaimana pengetahuan bisa menolongku?”
Tulisan itu seketika meresap ke halaman, lenyap tanpa bekas, bagai air yang terserap tanah. Sementara itu, kata tunggal di halaman tersebut memancarkan cahaya ungu samar, terasa asing sekaligus suci.
…
Malam hari, di Kota Igwynt, sebuah apartemen di Jalan Bunga Matahari Selatan.
Usai makan malam, Dorothy duduk di meja kerjanya. Cahaya hangat lampu meja menerangi daftar proyek praktik sosial yang sedang ia telaah.
Setelah menimbang cukup lama, akhirnya Dorothy membuat keputusan. Ia menandai pilihannya dengan sebuah centang.
Judul proyek itu adalah: Pengajar di Panti Asuhan.
“Hmm… setelah kupikir-pikir, hanya ini yang paling cocok. Dorothy, kau kan pernah jadi guru privat, harusnya ini bisa kau tangani, kan?”
Tatapannya masih tertuju pada daftar itu. Ia mengingat masa kecilnya—sudah bisa membaca sejak dini, selalu unggul dalam pelajaran. Ia juga terbiasa memakai pengetahuannya untuk mencari uang tambahan: membantu warga desa menulis surat, membacakan pesan, atau mengajari anak-anak keluarga kaya. Dengan pengalaman sebagai tutor, ia merasa mantap memilih proyek ini untuk praktik sosialnya.
“Haa… akhirnya beres juga. Akhir pekan nanti aku akan mengunjungi tempat itu. Semoga saja tak ada anak yang terlalu merepotkan.”
Puas dengan keputusannya, Dorothy merapikan daftar lalu meregangkan tubuh malas-malasan, hendak keluar berjalan-jalan.
Namun, tiba-tiba suara sistem menggema di dalam benaknya.
“Doa terdeteksi, disalurkan melalui sebuah medium. Silakan verifikasi isi doa.”
“Doa yang disalurkan lewat medium? Maksudnya apa?”
Dorothy tersentak, duduk tegak, dan bertanya pada sistem. Jawaban segera datang.
“Sebuah doa telah dipancarkan melalui medium.”
“Medium… benda macam apa?”
“Melacak posisi medium.”
Dorothy mengikuti arah yang ditunjukkan sistem. Pusatnya ternyata berada di lemari pakaiannya, tepat di dalam koper tempat ia menyimpan benda-benda mistik.
Ia segera membuka lemari, menarik koper itu keluar, lalu membukanya dengan kunci dan sandi. Setelah mencari sebentar, ia menemukan benda yang ditunjuk sistem.
Sebuah buku dengan sampul tembaga berbordir—Catatan Lautan Sastra.
“Jadi… ini toh sumbernya.”
Dorothy meletakkan buku itu di meja, lalu mulai membalik halamannya. Pandangannya terhenti pada satu halaman, di mana muncul tulisan asing yang tak dikenalnya.
“Tuhan, mohon beri pencerahan. Bagaimana pengetahuan bisa menolongku?”
“Jadi… ini doa yang dimaksud? Tapi kenapa bisa muncul di buku ini? Apa yang sedang terjadi?”
Dorothy menatap tulisan itu, lalu teringat pada satu kata yang pernah ia tulis di buku tersebut beberapa hari lalu.
Pengetahuan.
Ia menghubungkan hal itu dengan pesan yang baru saja muncul, dan sebuah dugaan mulai tumbuh di kepalanya.
“Jangan-jangan kata yang kukirim waktu itu tersampaikan pada teks orang lain, lalu mereka membalasnya padaku? Jadi kata itu terhubung dengan buku ini, dan semua balasan akan kembali padaku lewat buku ini? Tapi… saat aku menilai benda ini dulu, tak ada keterangan soal fungsi semacam ini!”
Dorothy kembali melafalkan mantra penilaian pada buku itu. Ia sadar penilaian sebelumnya belum lengkap, sebab saat itu buku belum terinfusi dengan Revelation. Sekarang, dengan spiritualitas Revelation tertanam, fungsinya mungkin akan terungkap sepenuhnya.
Benar saja. Kali ini, penilaian menyingkap lebih banyak detail tentang Catatan Lautan Sastra.
[Catatan Lautan Sastra]
[Sebuah pelabuhan kata, yang memungkinkan mereka berlayar melintasi Lautan Sastra. Dengan kekuatan Revelation, kata-kata akan menavigasi laut tersebut. Saat Revelation habis, kata-kata itu akan berlabuh pada teks tempat mereka berada dan membentuk hubungan dengan catatan, memungkinkan pertukaran tulisan. Kata-kata yang berlabuh akan memberi pencerahan, menuntun pembacanya untuk memahami cara penggunaan teks.
Semakin banyak Revelation diinfuskan, semakin jauh kata-kata itu dapat berlayar. Jika sang pemilik menguasai buku ini sepenuhnya, ia bahkan bisa mengarahkan kata-kata tersebut ke teks tertentu dengan tepat.]
No comments:
Post a Comment