Grimoire Dorothy Chapter 80

Bab 80: Membuntuti

Pagi hari di Igwynt, Kota Atas.

Jalanan lengang, hanya segelintir pejalan kaki lewat. Di mulut sebuah gang kecil, sebuah kereta berhenti di tepi jalan. Di dalamnya, Dorothy duduk tenang, sementara di hadapannya Brandon duduk kaku, wajahnya kosong, dingin seperti boneka kayu.

“Hhh... Sejauh ini berjalan cukup mulus. Entah bagaimana keadaan Gregor sekarang? Tapi dengan intel sedetail itu, seharusnya tak ada masalah, kan?”

Dorothy menghela napas panjang, bergumam pelan. Dari situasi terkini, rencananya memang sempat tersendat, tapi tetap bergerak maju—meski agak kasar. Separuh tujuan sudah tercapai.

Setelah menyingkap lokasi penyergapan Crimson Eucharist—Dermaga Tergenang—dengan bandul ramalannya, Dorothy langsung pergi menyelidikinya. Di sana, sesuai dugaan, ia menemukan pemimpin dan para anggota Eucharist sedang menyiapkan perangkap.

Tidak mungkin mereka bisa merencanakan penyergapan tanpa survei, tanpa persiapan titik tembak, tanpa menempatkan penjaga. Itulah celah yang dimanfaatkan Dorothy untuk mengintai gerakan mereka sekali lagi, dan kali ini, tangkapannya sangat besar.

Kemarin sore, ia bersembunyi di dermaga, mengamati gerakan mereka berjam-jam. Ia menghafal setiap titik penyergapan, setiap penjaga tersembunyi. Sebagai seorang Cognizer dengan ingatan luar biasa, Dorothy merekam semuanya di kepalanya dalam bentuk peta pandangan udara. Malamnya, ia menggambar ulang jadi peta detail, lalu mengirimkannya bersama buket bunga ke Biro Ketentraman melalui toko bunga.

Ia tahu jadwal pengiriman buket Crimson Eucharist. Jadi, ia sengaja mengatur agar bunganya datang 30 menit lebih awal, memastikan Biro menerima peta lebih dulu, sehingga Regu Pemburu bergerak sebelum pesan lawan tiba. Di saat yang sama, Brandon—si pengkhianat dalam Biro—juga akan mulai bertindak lebih cepat, sesuai rencana Dorothy.

Ia sempat menimbang kemungkinan kalau Brandon menggunakan “Jangkar Mimpi” untuk memperingatkan Buck saat menyadari perbedaan waktu itu. Tapi bahkan jika iya, hasilnya takkan banyak berubah. Regu pemburu sudah waspada, paling buruk Buck hanya memerintahkan mundur hati-hati. Brandon tetap bisa mencuri barang dan kabur saat direktur serta regu pemburu tidak ada. Dorothy pun sudah menyiapkan jalan untuk mencegatnya. Walau hasil untuk para pemburu tak maksimal, setidaknya mereka tidak akan jatuh ke dalam jebakan. Rencana Dorothy tetap berhasil, meski sebagian.

Selain itu, dari hasil penyadapan sebelumnya, Dorothy mendengar Buck sendiri menyuruh Brandon hanya menggunakan Jangkar Mimpi jika para pemburu tidak bergerak atau menunda. Itu membuatnya yakin Brandon takkan gegabah mengirim peringatan hanya karena selisih waktu setengah jam—mudah disalahkan pada kesalahan toko bunga. Tak sepadan dengan membuang kekuatan sigil.

“Setidaknya barang sudah ada di tanganku. Sayangnya... ada masalah tak terduga, jadi banyak yang hilang,” gumam Dorothy sambil menggoyang koper berlumuran darah di depannya. Isinya jauh lebih sedikit dari yang ia harapkan.

“Siapa sangka nenek tua itu begitu galak—langsung mengacungkan senjata dan menembak tanpa ragu? Rupanya Biro ini penuh bakat tersembunyi...”

Ia mendesah. Tak pernah ia duga resepsionis tua yang tampak biasa itu justru berhasil menyelamatkan sebagian besar barang rampasan dengan enam peluru. Tapi akibatnya, hasil curian Dorothy pun terpangkas drastis.

“Untung saja... panen hari ini belum selesai.” Tatapan Dorothy beralih pada Brandon di depannya.

“Baiklah, sekarang giliranmu, Tuan Brandon.”

“Tentu, Nona,” jawab Brandon—sang boneka.

Ia berbalik, mengambil koper lain, lalu membuka pintu kereta dan melangkah masuk ke gang.

Dengan koper di tangan, Brandon berlari tergesa, wajahnya dibuat panik, napasnya terengah. Sesekali ia menoleh ke belakang, seolah takut ada yang mengejar.

“Hhh... hhh... hhh...”

Ia terus berlari, menembus lorong-lorong kota, hingga akhirnya keluar ke sebuah jalan sepi.

Di tepi jalan, kereta lain sudah menunggu. Di sampingnya berdiri seorang kusir.

“Kau sudah datang? Bagaimana hasilnya? Apa kau bawa?” tanya kusir begitu melihat Brandon terengah.

Brandon berhenti sejenak untuk mengatur napas, lalu menjawab terburu-buru.

“Hhh... semuanya ada di sini. Cepat pergi, mereka bisa saja mengejar kapan saja. Oh, dan... apa ada perban? Aku terluka...”

“Ada perban dan obat di dalam kereta. Cepat naik, kita berangkat sekarang,” balas sang kusir, lalu menaiki kursi kemudi. Brandon tak berkata lagi, membuka pintu, lalu masuk ke dalam untuk mengobati “lukanya” dengan peralatan medis yang sudah disiapkan.

Begitu ia masuk, kusir mencambuk kuda, dan kereta itu pun melaju di jalan sepi.

Tak lama setelah kereta Brandon berlalu, sebuah kereta lain muncul dari arah berlawanan. Kusirnya adalah Edrick—boneka lain—sementara Dorothy duduk tenang di dalam.

Dorothy mengendalikan sekaligus melacak Brandon-boneka dari kejauhan. Ia menjaga jarak aman, mengikuti kereta itu.

Kereta yang ditumpangi Brandon memang disiapkan untuk menjemputnya, bagian dari rencana Brandon dan Buck. Setelah berhasil lolos, Brandon seharusnya naik kereta itu menuju persembunyian Buck, menunggu kepulangan mereka dengan kemenangan.

Namun Dorothy punya rencana berbeda: menggunakan kereta itu untuk menemukan markas Buck. Ia memang sudah memperkirakan letaknya ketika mengintai dermaga, tapi dengan cara ini, ia bisa menyusup dengan lebih aman.

Dalam penilaiannya, Buck dan para bawahannya pasti masih bertempur melawan Regu Pemburu di Dermaga Tergenang. Dengan intel sedetail itu, kemungkinan besar Crimson Eucharist di sana sudah habis. Berarti, markas Buck yang tanpa Beyonder akan kosong melompong—sempurna untuk diserang dan dijarah. Itulah kesempatan Dorothy untuk menutup kerugian akibat ulah resepsionis tua yang merepotkan.

Jika Buck mati di dermaga, Biro pun pada akhirnya akan menemukan markas itu dan menyita semuanya. Kalau ia menunggu, hasilnya nol.

Maka waktunya sangat penting—ia harus bergerak sekarang, atau tak dapat apa-apa.

Begitulah Dorothy terus membuntuti kereta Brandon, yang melaju menembus kota, menuju markas Buck.

No comments:

Post a Comment