Grimoire Dorothy Chapter 61

Bab 61 : Toko Buku

Malam hari di Igwynt, White Pearl Street.

Setelah membersihkan jejak pembunuhan, dua pria berbalut hitam itu segera pergi. Mereka melompat keluar lewat jendela, menyatu dengan bayangan, lalu bergerak cepat menelusuri gang-gang sempit White Pearl Street. Mereka terus berbelok kiri-kanan, berputar hati-hati di tengah kegelapan.

Setelah beberapa saat, mereka akhirnya tiba di tujuan. Di ujung sebuah gang kecil, mereka masuk lewat pintu belakang sebuah bangunan.

Lorong remang menyambut langkah mereka, hingga akhirnya terbuka sebuah ruangan luas. Rak-rak buku tua berjajar penuh, dipenuhi naskah berdebu. Udara pengap bercampur bau lembap dan busuk.

Di antara rak buku berdiri seorang lelaki tua, botak dan bungkuk. Begitu melihatnya, kedua pria itu langsung berlutut di satu kaki.

“Tuan Clifford…”

“Bagaimana situasinya?” suara Clifford berat dan lambat.

“Kami mendatangi Corey. Benar, dia menerima sesuatu dari Tuan Burton siang tadi. Ini…” Salah satu dari mereka mengeluarkan arloji saku dari mantelnya. Clifford mengambilnya, meneliti dengan seksama. Wajahnya berkerut.

“Ini memang milik Burton. Apakah Corey melihat wajah penjualnya?”

“Tidak. Corey bilang hanya seorang pria tinggi, bermantel, bermasker, bersenjata. Berbahaya. Katanya bahkan dirampok.”

“Hmph… kemungkinan dia mencoba menipu orang yang salah, lalu kena batunya. Bagaimana dengan Corey sekarang?” Clifford menatap dingin.

“Ia melawan. Kami sudah membereskannya. Tubuhnya dihancurkan dengan sigil.”

Clifford mengangguk pelan.

“Dia cari mati sendiri. Informasi kali ini memang terbatas, tapi setidaknya kita tahu pihak itu mungkin menjual kembali barang-barang di White Pearl Street. Tetap waspada. Awasi pasar gelap, terutama jalur penjualan kembali. Kita harus menemukan jejak mereka.”

“Kami mengerti, Tuan,” jawab keduanya serempak.

Sementara itu, di luar gedung, dari seberang jalan, Dorothy berdiri diam. Lewat pengintaian tokek marionetnya, ia berhasil melacak markas lain milik Crimson Eucharist.

“Akhirnya… dapat lagi,” bisiknya.

Untuk menemukan sarang-sarang tersembunyi Eucharist di White Pearl Street, Dorothy sengaja menyiapkan perangkap ini.

Tiga hari penuh ia menyelidiki, sampai menemukan Corey Cross—lintah darat paling ternama di jalan itu. Lewat marionet, ia menggadaikan arloji Burton kepadanya, lalu menyebarkan kabar lewat marionet lain di jalanan.

Tujuannya: memancing informan Eucharist. Karena markas mereka ada di jalan yang sama, cepat atau lambat mereka pasti mencium rumor. Setelah gagal melakukan ramalan, Crimson Eucharist tentu haus informasi. Mendengar kabar ini, mereka pasti mengirim orang untuk mengonfirmasi pada Corey Cross, lalu mencoba mengorek lebih banyak.

Itulah yang Dorothy tunggu. Dengan mengawasi Corey lewat marionet hewan, ia sabar menanti agen Eucharist muncul—dan berhasil membuntuti mereka sampai markas ini.

“Sekarang aku sudah menemukannya… lalu apa yang harus kulakukan?”

Berdiri di bawah cahaya bulan, Dorothy bersandar ke dinding, merenung. Menemukan markas memang bagus, tapi menanganinya lain soal.

Ia bisa saja menyerbu seperti sebelumnya. Tapi serangan kedua pasti akan mengusik markas lain. Apalagi setelah berminggu-minggu, jelas mereka sudah curiga. Tidak mungkin lagi berpura-pura jadi ‘teman lama yang hilang’. Tanpa unsur kejutan, peluang suksesnya nyaris nol.

Melapor ke Biro Serenity pun mustahil. Ada mata-mata di dalam, dan laporan hanya akan membuat Eucharist kabur.

Jadi, apa pilihannya?

Dorothy melirik papan toko di seberang jalan, disinari lampu jalan yang redup.

“Barnard’s Old Book Collection”

“Toko buku? Atau cuma kedok untuk markas ini,” gumamnya.

Ia terdiam sebentar, lalu sebuah ide muncul.

“Mungkin… layak dicoba,” bisiknya lirih.

Dengan anggukan kecil, Dorothy berbalik meninggalkan White Pearl Street. Malam itu, pengintaian sudah selesai. Saatnya beristirahat.

Fajar menyingsing, kegelapan memudar.

Di tangga apartemen Southern Sunflower Street, Gregor berjalan tertatih. Matanya sayu, langkahnya berat.

“Ugh… semalaman nyari, lagi-lagi nihil. Cuma petunjuk palsu. Sial…”

Ia mengomel sendiri. Sejak kasus Burton Veil, pekerjaannya menumpuk—analisis di Biro, lalu pengejaran tanpa hasil. Tubuhnya lelah, pikirannya penat.

“Tadi sebelum berangkat, ada kabar tentang barang curian Burton yang dijual di White Pearl Street… tapi berapa kali sudah kita ditipu rumor serupa? Hah, pasti jebakan lagi. Untung Tuan James kirim tim lain juga. Aku butuh tidur panjang hari ini.”

Gregor akhirnya sampai di pintu apartemen, membuka kunci, lalu masuk. Di ruang tamu, Dorothy sedang sarapan santai di sofa.

“Pagi, Gregor. Baru pulang shift malam?”

“Mm… pagi, Dorothy,” jawab Gregor letih, melepas mantel dan merebah di sofa sambil meraih segelas susu.

Melihat wajah kakaknya yang kusut, Dorothy bertanya penuh rasa ingin tahu.

“Akhir-akhir ini kau sering lembur. Ada apa sebenarnya?”

“Itu kasus sialan Burton Veil. Tujuh orang mati, tapi pelakunya masih berkeliaran. Para bangsawan panik, minta pengamanan ketat, dan kami kelimpungan,” jelas Gregor, menghela napas, lalu menggigit roti seadanya.

“Burton Veil… aku baca di koran. Mengerikan. Pembunuh sekejam itu masih bebas… bahkan aku jadi takut pulang sekolah,” Dorothy berkomentar dengan wajah resah.

“Tenang saja. Pembunuhnya sepertinya nggak tertarik pada orang biasa. Targetnya jelas orang-orang kaya,” Gregor menenangkannya, meski ia tahu korban itu semua anggota perkumpulan rahasia.

“Kau fokus saja pada pelajaranmu, Dorothy. Jangan biarkan kasus ini mengganggumu.”

“Tentu. Aku serius belajar,” jawab Dorothy tersenyum manis, meski dalam hati tetap gelisah soal biaya sekolah.

Setelah jeda singkat, ia melirik Gregor yang masih mengunyah roti, lalu bertanya dengan nada kasual,

“Ngomong-ngomong, Gregor… kau tahu sesuatu tentang White Pearl Street?”

No comments:

Post a Comment