Grimoire Dorothy Chapter 57

 Bab 57 : Aturan

“Jadi… racun dalam pengetahuan mistik itu memang punya daya tarik menggoda, dan sebagian perkumpulan menggunakannya untuk merusak orang lain?”

Di dalam perpustakaan, Dorothy merangkum pernyataan Aldrich tadi, lalu melontarkan pertanyaan. Aldrich mengangguk pelan sebelum menjawab.

“Tepat sekali. Racun kognitif dalam pengetahuan mistik bisa memicu hasrat terhadap mistik yang bersangkutan. Kalau dikendalikan dan diberikan dalam dosis kecil, pengetahuan yang mengandung racun itu bisa berfungsi seperti obat, membangkitkan keinginan dan rasa takzim pada mistik tersebut. Banyak perkumpulan memanfaatkannya untuk merusak orang.”

“Misalnya, kalau seorang biasa terpengaruh sedikit oleh racun dalam pengetahuan ‘Piala’, dia akan tumbuh rasa ingin tahu mendalam tentang ‘Piala’ dan ingin belajar lebih jauh. Semakin banyak racun ‘Piala’ yang ia serap, rasa ingin tahunya berubah jadi rasa hormat. Kemampuan berpikir kritisnya perlahan lenyap, jiwanya berubah, karakternya pun terpelintir, hingga akhirnya lebih mudah dikendalikan. Metode ini sering dipakai untuk membentuk fanatik—pengikut yang rela mengorbankan diri demi perkumpulan.”

Setelah selesai bicara, Aldrich dengan santai menyesap teh dari cangkir di mejanya. Dorothy merenungkan penjelasan itu.

“Dosis kecil racun bisa menyalakan rasa ingin tahu sekaligus rasa hormat pada mistik, lalu membuat orang hancur mental hingga jadi fanatik yang bisa dikendalikan… Kusir-kusir yang nekat hari itu, pasti hasil binaan seperti ini.”

Sadar betapa berbahayanya perusakan, Dorothy melanjutkan pertanyaannya.

“Kalau begitu, ada cara untuk melindungi diri dari perusakan?”

Aldrich menaruh cangkirnya, lalu dengan wajah datar mengucapkan harga yang sudah familiar.

“Sepuluh pound…”

Dorothy buru-buru membuka dompet, tapi setelah mengobrak-abrik sebentar, wajahnya langsung masam.

“Sial… uangku habis…”

Di dompetnya hanya tersisa enam pound. Dalam waktu singkat, enam puluh pound lenyap hanya untuk segelintir informasi. Tabungannya berubah jadi kemiskinan.

“Ha ha… Nona Mayschoss, sepertinya kau sedang kesulitan keuangan. Kalau begitu, mungkin sebaiknya pertanyaan lain disimpan dulu untuk lain waktu,” Aldrich terkekeh, memperhatikan wajah Dorothy. Ia menutup dompetnya dengan jengkel dan menyelipkannya kembali.

“Haaah… aku harus cari kerja sampingan secepatnya. Dunia mistik ini benar-benar jurang penghisap uang,” gerutunya dalam hati.

Melihat Dorothy kehabisan dana, Aldrich berdiri dan bersiap pergi. Tapi Dorothy sempat menahannya dengan pertanyaan lain.

“Ngomong-ngomong, Tuan, kau tahu informasi khusus tentang Crimson Eucharist?”

Ia berpikir, kalau Aldrich memang menjual pengetahuan, mungkin dia bisa langsung membeli intel tentang Crimson Eucharist dan menghemat tenaga.

Mendengar itu, Aldrich sempat terdiam. Lalu perlahan ia berbalik menatapnya.

“Crimson Eucharist, ya… tentu aku tahu banyak—lebih banyak dari yang pernah diketahui Biro Serenity. Tapi kalau kau berniat membeli informasi tentang Eucharist dariku, maaf saja. Menurut aturan, begitu seseorang bertransaksi dengan kami, dia otomatis jadi klien. Dan seberapa pun banyaknya uang ditawarkan, kami tidak akan menjual informasi klien.”

Ia masih tersenyum ramah saat berkata begitu, sementara Dorothy menekan lebih jauh.

“Kau pernah bilang sendiri tidak menyukai Crimson Eucharist. Jadi, kau masih mau berbisnis dengan mereka?”

“Ha ha… Nona Mayschoss, seperti yang sudah kukatakan, aturan Guild Pengrajin mengharuskan kami netral, tidak berpihak. Menolak transaksi saja sudah termasuk sikap berpihak. Jadi meski secara pribadi aku membenci Crimson Eucharist, aturan guild jauh lebih penting daripada perasaanku. Karena itu, aku tidak bisa menolak transaksi mereka.”

Dorothy hanya bisa tersenyum kecut mendengar penjelasan itu.

“Aturan, ya… sepertinya perkumpulan ‘Batu’ memang terobsesi dengan aturan. Tak heran ada yang bilang kalian keras kepala,” ujarnya, teringat laporan Biro Serenity yang menggambarkan Grayhill sebagai sosok kaku.

“Memang begitu. Bagaimanapun, secara konseptual ‘Batu’ melambangkan aturan, kontrak, dan perdagangan. Sebagai perkumpulan ‘Batu’, sudah sepantasnya kami menjunjung tinggi sifat-sifat itu.”

“Well then, Nona Mayschoss, sampai jumpa. Masih ada area lain yang harus kubereskan.”

Dengan itu, Aldrich mengambil kembali kemocengnya dan keluar dari perpustakaan. Ruangan pun kembali hening, menyisakan Dorothy yang masih duduk termenung di meja.

“‘Sifat Batu’… meski kadang menyebalkan, tetap terasa menenteramkan,” gumamnya.

Penolakan Aldrich menjual informasi Crimson Eucharist justru membuatnya tenang. Kalau Aldrich benar-benar berpegang pada aturan yang ia agungkan—menempatkannya di atas segalanya—itu justru skenario terbaik.

Sebab kalau saja Aldrich bisa menjual Crimson Eucharist demi uang, sama mudahnya dia bisa menjual Dorothy. Kesetiaan yang bisa dibeli akan hancur seketika jika ada tawaran lebih besar.

Dan lagi, Dorothy sendiri saat ini sedang bokek—mana mungkin bisa melakukan “serangan uang”?

Merapikan pikirannya, Dorothy menatap amplop di atas meja. Ia sudah membayar 40 pound untuk teknik ramalan, dan sekarang berpikir untuk menggunakannya demi melacak gerakan Crimson Eucharist.

Ia membuka amplop itu, mengeluarkan kertas, lalu membacanya sekilas. Seketika, hatinya bimbang.

Uang yang ia keluarkan memang tidak sia-sia—Aldrich menuliskan berbagai metode ramalan sederhana: ramalan koin, membaca ampas teh, pendulum, hingga ramalan tongkat. Metodenya sederhana, tapi semuanya butuh alat khusus.

Apa pun bentuk ramalannya, unsur spiritual ‘Lentera’ dan ‘Wahyu’ tetap diperlukan. Dorothy punya banyak ‘Wahyu’, tapi sama sekali tidak punya ‘Lentera’.

Ia bahkan tak tahu harus mencari di mana pengetahuan atau benda yang mengandung ‘Lentera’. Kalau pun bertanya pada Aldrich, jelas harganya bisa tembus ratusan pound.

“Haaah… baru sadar betapa miskinnya aku begitu uang benar-benar dibutuhkan,” Dorothy mengeluh sambil menggenggam dompet tipisnya.

Satu-satunya harapan sekarang hanyalah Dreamscape. Beberapa kali ia sudah masuk ke sana, tapi selain pertemuan pertamanya dengan rubah dan pengetahuan mistik yang diberikannya, ia selalu pulang dengan tangan kosong.

“Aku harus cari jalan… entah dengan memperoleh sumber daya spiritual, atau menangkap mereka tanpa bergantung pada ramalan,” gumam Dorothy, sambil menata informasi yang ia punya dan menyusun langkah berikutnya.

No comments:

Post a Comment