Bab 56 : Godaan
“Heh… luar biasa juga, Nona Mayschoss. Sikapmu makin hari makin berkelas,” Aldrich terkekeh hangat sambil menyelipkan uang yang baru saja diterimanya. Dorothy tetap berwajah datar, meski dalam hati mendengus kesal.
“Mana mungkin aku bisa bertele-tele kalau berurusan denganmu? Negosiasi sama sekali nggak ada ruangnya.”
“Tunggu sebentar. Akan kutuliskan pengetahuan yang sudah kau bayar.” Aldrich meletakkan kemoceng yang tadi dipakainya, lalu berjalan santai menuju meja. Ia meraih selembar kertas, kemudian menulis cepat dengan pena.
Gerakan tangannya lincah. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, ia sudah selesai. Setelah tinta mengering, kertas itu dilipat rapi dan dimasukkan ke dalam amplop yang entah sejak kapan ia keluarkan dari saku. Dorothy hanya duduk diam, memperhatikan seluruh proses itu.
“Ramalan… yang paling penting bukan tekniknya, tapi bahan yang dipakai. Metode ramalan dasar seperti ini tidak melibatkan pengetahuan mistik yang dalam, jadi tidak ada risiko terkontaminasi racun kognitif. Kau bisa tenang,” jelas Aldrich sambil menyerahkan amplop itu.
Dorothy menerimanya, tapi wajahnya menampakkan sedikit kekecewaan.
“Tidak ada racun, ya… berarti nggak ada sisi mistiknya. Jadi, nggak ada juga spiritualitas yang bisa kukumpulkan.”
Lewat berbagai percobaan, Dorothy sadar dirinya mungkin kebal terhadap bahaya racun kognitif. Justru, baginya semakin kuat racun dalam sebuah pengetahuan, semakin tinggi pula nilai mistiknya—dan semakin besar spiritualitas yang bisa ia dapat.
Karena materi ini sama sekali bersih, perasaannya jadi hampa. Sudah kuduga… apa pun yang harganya di bawah seratus pound pasti cuma murahan begini. Ia menyimpan amplop itu dengan lesu.
Setelah termenung sebentar, Dorothy membuka topik baru.
“Ngomong-ngomong, Tuan Aldrich, aku penasaran… bagaimana sebenarnya cara ‘merusak’ seseorang dalam bidang mistik?”
Pertanyaan itu muncul dari informasi yang ia peroleh soal Crimson Eucharist. Mereka berniat merusaknya—mungkin sebagai jalan untuk merusak Gregor melalui dirinya. Ia merasa perlu benar-benar paham arti dari ‘perusakan’ itu.
“Perusakan, ya…” Aldrich sempat berpikir sejenak sebelum menjawab, “Sepuluh pound biaya konsultasi.”
Tanpa ragu Dorothy menyerahkan uangnya. Aldrich menerimanya dengan senyum licik, lalu mulai menjelaskan.
“Dalam mistik, ‘perusakan’ itu konsep luas. Umumnya, maksudnya adalah proses di mana seseorang mengalami perubahan mental maupun fisik karena pengaruh entitas atau lingkungan tertentu. Istilahnya bisa beda-beda tergantung siapa yang mempraktikkannya. Ada yang nggak suka kata ‘perusakan’ lalu menyebutnya ‘pensucian’ atau ‘pemurnian’. Tapi apa pun sebutannya, intinya sama. Aku pribadi lebih suka menyebutnya ‘pencemaran’.”
“Di ranah sana, berbagai perkumpulan punya metode masing-masing untuk mencemari orang yang ingin mereka tarik.”
Dorothy berpikir sebentar, lalu bertanya lagi.
“Kalau perkumpulan yang berafiliasi dengan ‘Piala’, metode perusakannya seperti apa?”
Tanpa kaget, Aldrich langsung menukas, “Sepuluh pound.”
Dorothy kembali mengeluarkan uang, menyerahkannya tanpa sepatah kata. Setelah menerimanya, Aldrich menjelaskan panjang lebar.
“Bagi perkumpulan besar ‘Piala’, seperti Kultus Afterbirth, mereka punya segudang metode dengan mistik tingkat tinggi. Aku tidak tahu detailnya. Tapi untuk perkumpulan kecil, biasanya ada dua cara utama: pengendalian lewat obat, dan godaan racun kognitif.”
“Obat dan racun kognitif…” gumam Dorothy, membuat Aldrich mengangguk.
“Betul. Pertama, soal obat. Semua spiritualitas punya makna berlapis: material, mental, sekaligus konseptual. ‘Piala’ pada level material mewakili daging dan vitalitas, sedangkan pada level mental mewakili hasrat tanpa batas yang ada dalam setiap makhluk hidup. Di antara semua hasrat itu, nafsu makan adalah kuncinya.”
“Dengan karakteristik itu, sebagian perkumpulan bisa meracik zat adiktif menggunakan sedikit spiritualitas. Begitu orang biasa memakannya, rasa lapar mereka meningkat dan perlahan jadi ketergantungan. Semakin lama mereka konsumsi, semakin besar ketergantungannya. Bahkan individu luar biasa pun bisa lumpuh akibat pemakaian berkepanjangan.”
“Mereka sering mencampurkan zat itu ke makanan sehari-hari, lalu menyebarkannya pada orang-orang yang tidak tahu apa-apa. Para pecandu akhirnya sepenuhnya bergantung pada penyedia untuk mendapatkannya, sehingga perkumpulan bisa mengendalikan mereka sedikit demi sedikit.”
Dorothy sampai melongo sejenak.
“Ini… ini jelas-jelas perdagangan narkoba! Jadi, perkumpulan ‘Piala’ itu bukan cuma pemakan manusia, tapi juga bandar narkoba? Pantas saja mereka jadi prioritas utama daftar hitam Biro Serenity.”
“Lalu, soal racun kognitif?” Dorothy buru-buru menimpali.
“Ah, godaan racun kognitif itu tidak terbatas pada perkumpulan ‘Piala’ saja. Kau sudah mengenal racun kognitif—racun bawaan dari pengetahuan mistik yang melukai pikiran pembacanya dalam kadar berbeda.”
“Kadang, dampak ringannya bisa berupa rasa penasaran yang tak terpuaskan untuk menggali lebih jauh pengetahuan dari spiritualitas itu. Kau pasti sudah pernah merasakannya. Meski sudah dilindungi, membaca pengetahuan mistik tetap bisa menumbuhkan keinginan tak sehat untuk terus menukik lebih dalam ke bidang tersebut.”
Dorothy mengangguk pelan, dan Aldrich melanjutkan.
“Itu tanda kalau pikiranmu mulai terkikis racun kognitif. Jiwa yang rusak membuat seseorang makin terobsesi belajar hal-hal dalam ranah spiritual tertentu. Lama-lama, racun menumpuk, membuat mereka makin terjerumus. Pada akhirnya, mereka kehilangan akal, mati, atau kehilangan kendali sepenuhnya.”
Nada suara Aldrich terdengar aneh ketika ia menatap langit di luar jendela dengan sorot sendu.
“Godaan racun jauh lebih berbahaya daripada obat. Sudah tak terhitung Beyonder cemerlang yang tumbang karenanya—tak kuasa menolak panggilannya.”
Ia berhenti sebentar, lalu menambahkan, “Misalnya, sebuah manuskrip mistik tingkat tinggi mungkin harus dibaca pelan-pelan selama tiga tahun, halaman demi halaman, sambil terus membersihkan racunnya sedikit demi sedikit.”
“Tapi kalau tidak sanggup menahan godaan dan malah membaca terlalu cepat, racun yang menumpuk mendadak bisa langsung menjerumuskan mereka ke dalam kegilaan…”
“Heh… tak terhitung bakat besar yang berakhir seperti itu.”
Aldrich memandang langit dengan ekspresi samar, seolah hanyut dalam kenangan jauh.
Melihatnya, Dorothy tiba-tiba merasakan kegelisahan yang tak jelas.
Orang tua ini… jauh lebih luar biasa daripada yang ia perlihatkan…
No comments:
Post a Comment