Bab 12: Fragmen Manuskrip
Dorothy menatap tiga jari pucat yang mengerikan, terendam dalam cairan merah gelap di dalam botol kaca. Ia tidak membuka botol itu, tapi juga tidak mengalihkan pandangan. Tubuhnya kaku, duduk diam di kursi bagai patung, hanya matanya yang terpaku pada benda itu.
Menurut catatan, ketiga jari itu menyimpan spiritualitas “Cawan” setara sembilan orang dewasa. Dengan memakannya, ia bisa langsung menghimpun cukup spiritualitas—hanya butuh satu ritual untuk melangkah ke ranah di balik dunia. Begitu ia masuk, kekuatan yang lebih besar akan menjadi miliknya.
Sulit bagi Dorothy untuk tidak tergoda.
Sejak tanpa sengaja berpindah ke dunia asing ini, dan menjadi incaran sekte kanibal berbahaya, ia selalu diliputi rasa tidak aman.
Kenangan akan kematiannya sendiri masih jelas membekas—panik saat dikejar, putus asa ketika jatuh ke jurang. Semuanya masih menghantui. Ditambah dengan keanehan dunia ini, rasa was-was itu semakin tak bisa disingkirkan.
Dan rasa was-was itu… hanya bisa dihapus oleh kekuatan.
Manusia pada dasarnya selalu mendambakan kekuatan untuk mengendalikan takdirnya sendiri. Setelah pernah merasakan kematian, dorongan itu semakin besar.
Dorothy, yang masih ingat jelas dirinya pernah mati, kini berada di dunia asing dan diburu organisasi berbahaya. Ia begitu mendambakan kekuatan untuk melindungi dirinya, sehingga tak bisa begitu saja menolak godaan tiga jari di botol itu.
Bukankah sejak awal usahanya merebut “hadiah” dari Edrick juga demi kekuatan gaib yang disebutkan dalam suratnya?
Dan kini… kekuatan itu ada di hadapannya. Tinggal membuka botol dan menelannya. Semudah makan makanan siap saji.
Napas Dorothy sedikit terengah saat ia terus menatap botol itu. Perlahan tangannya terangkat, bergerak mendekati kotak yang menyimpan botol kaca tersebut.
Namun tiba-tiba—snap!—ia menutup kotak itu rapat-rapat.
“Ugh… menjijikkan. Kalau aku makan benda ini, mimpi burukku takkan ada habisnya. Lebih baik aku cari cara lain untuk masuk ke ranah di balik dunia…”
Dorothy menghela napas panjang. Ia meneguhkan hati, menolak godaan itu, dan memutuskan tidak menelan spiritualitas “Cawan.”
Bagaimanapun juga, manusia harus punya batasan moral.
Ya, kekuatan yang ada di depan mata memang menggiurkan. Tapi cara untuk mendapatkannya benar-benar menjijikkan. Sebagai seseorang dari masyarakat modern yang beradab, Dorothy tak sanggup memakan potongan tubuh manusia.
Hari ini memang hanya jari mayat. Tapi bagaimana kalau kelak? Jika ingin naik lebih jauh di jalur “Cawan,” apa ia harus memakan manusia hidup-hidup? Itu mutlak tak bisa diterima.
Dorothy memang mendambakan kekuatan, tapi cara memperolehnya tetaplah penting. Jalur “Cawan” terlalu melanggar prinsip moralnya. Ia tak punya pilihan selain meninggalkannya.
“Sayang sekali… sepertinya aku harus mencari jalan lain nanti.”
Ia bergumam dengan nada pasrah, lalu membalik catatan di tangannya. Namun di balik kertas itu, ia menemukan tulisan tambahan.
Satu hal terakhir, Tuan Edrick. Banyak artefak mistik memiliki efek samping atau menuntut harga tertentu. Cincin Boneka Mayat yang kau dapatkan pun tak terkecuali. Begitu diaktifkan, cincin itu harus diberi persembahan setiap enam siklus bulan untuk memuaskan dahaganya akan spiritualitas "Cawan."
Berdasarkan deskripsimu tentang kondisi cincin, kami hitung persembahan berikutnya jatuh bulan ini—tepatnya sebentar lagi. Perkiraan kami, pada pukul 3 dini hari tanggal 11. Kau harus mengenakan cincin itu pada tangan korban terpilih pada waktu tersebut. Jika tidak, kau sendiri yang akan menjadi persembahannya.
Terakhir, kami dengan tulus menyambutmu bergabung dengan Perjamuan Merah. Kami menunggumu di Igwynt.
Membaca itu, Dorothy langsung terperanjat. Ia menoleh ke kalender dan jam dinding. Kalender menunjukkan tanggal 11 April. Jarum jam: pukul 2 lewat 50.
Hampir waktunya!
Dorothy panik. Ia buru-buru mencabut Cincin Boneka Mayat dari jarinya, sempat kesulitan saat menariknya. Begitu berhasil, ia melihat bagian dalam cincin itu telah tumbuh deretan “gigi” kecil nan tajam.
Persis seperti dalam catatan—waktu persembahan sudah hampir tiba.
Sebuah persembahan! Cincin itu membutuhkan korban… tapi di mana ia bisa mendapatkannya sekarang?
Saat itu juga, kilatan ide menyambar. Tatapan Dorothy tertuju pada kotak yang baru saja ia tutup.
Menurut catatan, cincin itu haus akan spiritualitas “Cawan,” bukan?
Ia buru-buru membuka kembali kotak itu, mengambil botol kaca, membuka segelnya, lalu menggunakan penjepit yang disediakan untuk mengangkat salah satu jari.
Dengan tangan gemetar, ia menyarungkan cincin itu ke jari terputus yang basah oleh cairan merah. Kemudian ia menunggu, menatap jarum jam yang perlahan merapat ke angka 12.
Tepat pukul 3 dini hari—“gigi” di dalam cincin mendadak memanjang, menusuk daging. Cincin itu berubah warna, semburat merah merambat di permukaannya. Ukiran figur di permukaan cincin—gambar tangan yang saling menggenggam—tiba-tiba bergerak. Mereka membentuk lingkaran, lalu mulai menari tarian menyeramkan di sekeliling cincin.
Gerakan aneh itu berlangsung beberapa saat. Jari yang tertusuk perlahan-lahan mengerut, layu, hingga akhirnya berhenti. Saat itu, figur-figur ukiran pun berhenti menari.
Dorothy melepas cincinnya. Jari itu kini memiliki lubang berdarah, bekas tusukan cincin.
Ia melemparkan jari itu kembali ke dalam botol dan menghembuskan napas lega. Menurut catatan, biasanya cincin butuh satu manusia penuh—atau satu unit spiritualitas “Cawan.” Karena tiap jari menyimpan spiritualitas setara tiga orang, maka satu jari cukup untuk tiga kali pemakaian.
“Yah… mungkin aku takkan memakannya. Tapi setidaknya mereka bisa dipakai jadi semacam power bank…”
Dorothy bergumam, antara muak dan lega. Dengan jari-jari ini, ia tak perlu khawatir soal persembahan cincin untuk waktu yang lama. Bahkan, kalau ia menemukan artefak lain yang butuh spiritualitas “Cawan,” jari-jari ini bisa dipakai sebagai baterai cadangan.
Setidaknya ada manfaatnya juga.
Kejadian ini membuat Dorothy semakin memahami: sumber kekuatan artefak mistik adalah spiritualitas. Spiritualitas adalah inti dari ranah di balik dunia.
Namun, lebih mengusik pikirannya daripada cincin itu adalah organisasi bernama Perjamuan Merah.
Sial… Mereka sengaja tak memberitahu soal harga cincin ini sejak awal, baru membocorkannya setelah semuanya selesai. Jelas-jelas jebakan. Kalau Edrick tak mau bekerja sama atau gagal, cincin ini akan melahapnya. Dengan begitu, mereka bisa merebut Cincin Boneka Mayat tanpa repot.
Mereka sudah tahu efek samping cincin itu, tapi sengaja menutupinya.
Itu berarti, kalau bukan karena kebetulan, Edrick pasti jadi korban.
Kelompok keparat… aku nyaris ikut terjebak juga.
Dorothy menatap cincin yang kini tergeletak di meja. Rasa lega mengalir di dadanya. Ia menaruh kembali botol kaca ke kotak, lalu sekali lagi melirik isi buku yang menjijikkan itu sebelum berniat merapikannya dan tidur.
Namun tiba-tiba—sebuah suara familiar terdengar dalam benaknya.
“Pengetahuan Spiritual Tinggi Terdeteksi: Fragmen Seni Anatomi Suci. Disarankan untuk Dipelajari…”
Suara itu datar, tanpa emosi, seperti bisikan banyak mulut yang bergema bersamaan.
Dorothy langsung mengenalinya. Itu adalah “sistem” misterius yang muncul sejak ia pertama kali berpindah ke dunia ini.
Ia hampir lupa dengan keberadaan “sistem” itu karena sudah lama tak bersuara. Dan kini, ia mendadak aktif lagi—dipicu oleh isi buku menyeramkan itu.
Menurut “sistem,” isi buku itu adalah fragmen dari Seni Anatomi Suci, sebuah pengetahuan spiritual tingkat tinggi?
Jadi, bukan hanya daging… bahkan pengetahuan pun bisa mengandung spiritualitas?
No comments:
Post a Comment