Novel Bos Terakhir Chapter 71

Bab 71 – Raja Iblis Membawa Monster-Monster Tingkat Tinggi

Langit Midgard. Tinggi… lebih tinggi dari awan, bahkan lebih tinggi dari Vanaheimr.

Di stratosfer, seorang pria berdiri tegak—berkulit biru, bermata emas. Rambut hitam panjangnya berkibar di balik mantel hitam pekat. Dia bukan manusia. Dia adalah—Raja Iblis.

Di belakangnya, kawanan binatang sihir tingkat tinggi mengepakkan sayap. Tanpa rasa lelah, tanpa suara. Mereka hanya mengikuti... seperti bayangan, seperti pengikut mutlak.

Selama lebih dari seminggu, sang Raja Iblis, Orm, berkelana di udara. Mencari satu hal—‘itu’.

Dan hari ini… ia menemukannya.

Sebuah kapal.

Bukan kapal biasa. Ini kapal terbang, dengan sayap logam, mengapung di antara awan. Di atas dek berdiri seorang pria dengan rambut emas yang mencuat bagai api matahari. Jubah putih mengembang, dan lambang sayap hitam tergambar di punggungnya.

Dia berdiri santai, jangkar besar dalam genggamannya.

Namanya—Castor. Salah satu dari Dua Belas Bintang Surgawi. Kembar dari Gemini.

"Jadi akhirnya kau datang juga, Raja Iblis," seru Castor tenang. "Aku sudah tahu kau mencariku sejak beberapa hari lalu. Tapi katakan—apa yang kau inginkan dariku?"

Orm tersenyum kecil. “Aku tak peduli padamu, Castor. Yang kuinginkan… adalah benda di kapalmu.”

Castor mengangkat alis. “Kekayaan?”

“Bukan. Yang kucari adalah... Kunci yang Merebut Surga.

Mata Castor menyipit. Suasana berubah drastis.

“Maaf. Tapi itu tak mungkin. Satu-satunya yang berhak atas langit… adalah Tuanku. Kau takkan pernah mendapatkannya.”

Orm tersenyum miring. “Masih setia pada Ruphas, ya? Hanya kau dan saudaramu yang masih bertahan sampai akhir.”

“Aku setia. Tapi bukan padamu.”

“Hmm, apakah kau bilang aku lebih rendah dari Bintang Surgawi?”

Castor menjawab dengan nada ringan, hampir ceria, “Kalau itu menyakitkan… maafkan aku. Tapi itu kebenaran, bukan?”

Keduanya tersenyum. Suasana hampir santai—kalau saja kata-kata mereka tak setajam duri yang saling melempar racun.

Dan kemudian...

Tanpa aba-aba, aura mereka berubah.

Orm mengerutkan mata. Udara di sekitarnya mulai beriak, seperti fatamorgana di tengah gurun.

Castor menggenggam jangkar panjang—bukan sekadar jangkar, tapi senjata berat yang ia ayunkan seolah tongkat ringan. Ia melompat dari kapal Argo, dan berhenti di udara, berdiri menghadang sang Raja Iblis.

“Kalau kau tetap ngotot, aku tak keberatan jadi lawanmu,” ucap Castor dingin. “Tapi bersiaplah untuk terbakar.”

“Cukup menyenangkan. Aku suka panas-panasan,” sahut Orm.

Pertarungan dimulai.

Jangkar berayun seperti badai, memecah angin. Tapi Orm menahannya dengan tangan telanjang, lalu membalas dengan tekanan mana pekat dari telapak tangannya.

Castor tetap tenang. Ia memutar jangkar, membelah tekanan itu, lalu mengayunkannya ke bawah.

“Angin, dengarkan panggilanku!”

Sebuah sabetan angin keluar dari senjata itu, memotong udara. Angin itu begitu tajam hingga bisa membelah pulau menjadi dua.

Namun…

Orm hanya menepisnya. Lalu melaju.

Tendangannya mendarat di pipi Castor, menoreh luka tipis.

“Fuh... Seperti yang kuduga. Dalam duel satu lawan satu, kau di atas,” gumam Castor.

Dia tahu. Jika pertarungan hanya soal kekuatan individu, ia kalah.

Tapi... itu bukan segalanya.

Castor mengangkat tangan.

Dan dari dek Argo, puluhan bayangan muncul.

Mereka berdiri sejajar. Aura mereka agung, tekanan mereka mencekam. Beberapa bahkan melampaui Castor sendiri—beberapa... berada di level 1000.

Orm menyipitkan mata.

“…Mereka…”

Castor tersenyum lebar.

“ARGONAUTS! BERSIAP!”

Lima puluh orang melompat dari kapal.

Mereka adalah para pahlawan dari dua ratus tahun lalu. Mereka yang mati dalam perang. Yang telah gugur... lalu dibangkitkan sebagai Roh Pahlawan oleh Pollux, saudari kembar Castor.

Dengan tubuh buatan dari mana, para roh itu hidup kembali. Dan Castor—sang kapten kapal—memimpin mereka sebagai pasukan abadi dari era keemasan.

Ini bukan sekadar “kelompok.”

Ini tentara.

Sihir Orm tertahan oleh perisai priest.

Pedang master menebas monster iblis hingga berkeping.

Grappler menghantam raksasa ke tanah.

Alkemis menciptakan badai pedang.

Golem raksasa menghancurkan lima monster sekaligus.

Orm telah membawa pasukan binatang sihir. Tapi...

Itu bukan pasukan. Itu hanya kawanan.

Binatang-binatang itu bertarung sendiri-sendiri. Tak ada formasi. Tak ada strategi.

Sebaliknya, Argonauts... saling melindungi. Satu maju, dua menutup. Satu jatuh, yang lain menggantikan.

Mereka satu tubuh, satu jiwa.

“Dengar, Raja Iblis,” seru Castor dari udara. “Kau kuat. Bahkan bisa seimbang dengan Tuanku dalam duel. Tapi pertempuran… bukan hanya tentang kekuatan individu.”

“Sebagai pemimpin… kau kalah mutlak darinya!”

Jangkar Castor menghantam tangan Orm. Percikan menyala.

Orm menangkis, tapi dari sisi lain, Strider menebas, lalu Bertuah melempar sihir.

Orm terdorong.

"Ini akhirnya!"

Castor memberi aba-aba. Para pahlawan mundur. Formasi berubah.

Aura hijau dan emas melingkupi udara.

“–Bangkitlah, Lima Puluh Dewa!

Langit bergetar.

Kilatan kilat.

Badai.

Lima puluh entitas ilusi turun—Dewa Perang, Dewa Kematian, Dewa Langit, setengah dewa, makhluk api, raksasa—semuanya menyerbu dalam formasi suci.

Bukan makhluk nyata. Tapi manifestasi dari keyakinan umat manusia—ilusi yang lahir dari sejarah dan legenda.

Lima puluh Dewa turun... dan menghancurkan segalanya di depan mereka.

Binatang-binatang sihir hancur. Menyisakan mana. Dan akhirnya—Orm... menghilang.

“Sudah selesai.”

Castor terdiam di udara, memandangi kehancuran itu.

Ia telah menjaga “Kunci yang Merebut Surga” selama dua abad.

Benda itu—jika jatuh ke tangan yang salah—akan memecah dunia.

Ia menjaga amanah itu demi tuannya yang akan kembali.

Demi saudari tercintanya, Pollux.

“...Waktunya pindah tempat. Sebelum musuh selanjutnya datang.”

Namun, baru saja ia berbalik—

ZRRRRRRMMM

Sinar hitam menembus langit.

Menembus kapal Argo.

Castor terdiam.

“Apa—!?”

Kapal kesayangannya terbakar.

Argonauts menoleh.

Lalu mereka melihatnya.

Bayangan.

Muncul dari balik awan.

Besar.

Besar sekali.

Bukan satu… bukan sepuluh… bukan seratus kilometer.

Lebih dari itu.

Sesuatu yang bahkan bisa membelit seluruh Midgard.

Monster.

Sesuatu yang bukan makhluk. Tapi simbol dari keputusasaan.

Para pahlawan gemetar.

Mereka adalah tentara terkuat.

Tapi untuk pertama kalinya—mereka tahu rasa takut.

Dan mereka sadar...

Inilah alasan sebenarnya kenapa Tujuh Pahlawan dulu dikalahkan.


No comments:

Post a Comment