Novel Bos Terakhir Chapter 65

Bab 65 – Munculnya Ruphas

Gaya bertarung Scorpius dan Karkinos bisa dibilang benar-benar bertolak belakang.

Scorpius menyerang cepat, gesit, menusuk-nusuk dengan racun dan kecepatan bagaikan kilat. Sedangkan Karkinos… seperti karang di lautan—diam, sabar, dan hanya menyerang balik ketika waktunya tepat. Gaya bertarungnya bukan ofensif, tapi reaktif.

Aku mengamati Scorpius dari kejauhan, tetap berdiri di depan Virgo untuk melindunginya dari gelombang kejut. Kecepatannya luar biasa—hampir selevel dengan Raja Iblis. Tapi meski begitu, Karkinos tak kehilangan jejaknya. Matanya tajam, mencermati tiap gerakan. Ketika Scorpius mencoba menyerang dari belakang, Karkinos langsung membalas dengan Acubens.

“Untuk saat ini, Karkinos tampaknya unggul,” kata Dina.

“Ya. Kalau adu frontal, Karkinos memang di atas angin.”

Tapi Scorpius tahu kelemahannya. Dia mundur, menjaga jarak. Karkinos memang kuat, tapi kekuatannya bukan untuk duel satu lawan satu. Ia bersinar sebagai benteng, pelindung rekan-rekannya. Dalam pertarungan pribadi, dia tidak cocok jika harus agresif.

Dan justru karena itulah, menjaga jarak adalah keputusan cerdas.

Tapi seolah menyadari niat hati-hati Scorpius… Karkinos tiba-tiba menyerang lebih dulu.

“Eh? Dia menyerang duluan?” Aku sedikit terkejut.

“Padahal dia tak bisa pakai Acubens saat ofensif... Itu langkah berani,” sahut Dina.

Acubens adalah teknik bertahan. Dalam game, kau harus menunggu musuh menyerang, lalu menanggapi dalam sepersekian detik. Jika kau menyerang lebih dulu, Acubens tak bisa digunakan. Jadi pilihan ini berisiko besar.

“Umm... Aku tidak bisa melihat apa pun...” gumam Virgo dari belakang, frustasi.

Dia memaksakan diri menatap pertempuran, tapi bahkan hanya sekilas pun ia kesulitan menangkap bayangan pertarungan itu. Sementara kami bisa mengikuti pergerakan mereka dengan mata telanjang, bagi Virgo, kecepatan mereka sudah di luar batas manusia biasa.

Scorpius memang unggul dalam kekuatan dan kecepatan, tapi Karkinos memiliki pertahanan super dan insting membaca serangan. Setiap kali Scorpius melesat, Karkinos langsung beralih ke mode Acubens.

Sebuah duel indah. Tapi… ini hanya berlangsung karena Scorpius belum serius. Kalau dia mengeluarkan segalanya… Karkinos tak punya peluang.

Dan aku tahu. Aku tak bisa terus jadi penonton.

Sebelum Scorpius benar-benar bangkit dan bertarung sungguhan—aku harus mengakhiri ini.

Saat ia bersiap menghembuskan kabut racun ke seluruh medan… aku melesat.

Tanganku mencengkeram lengannya.

“Eh?”

“Maaf. Tapi kau harus tidur sebentar.”

Aku menghantam tubuhnya dengan sisi pedangku.

DOR!

Tubuh Scorpius terpental dan terguling beberapa kali di tanah.

...Huh?

Seranganku barusan terasa... lebih kuat dari biasanya.

Bukan karena aku pakai tenaga lebih.

Tubuh ini… mulai kugunakan dengan benar.

Sejak kunjunganku ke Vanaheimr, aku perlahan menyatu lebih dalam dengan tubuh Ruphas. Bukan hanya mental, tapi juga fisik. Seperti pemain yang akhirnya paham pengendalian karakter-nya secara penuh.

Tubuhku… kini benar-benar milikku.

“Luar biasa! Seperti yang diharapkan dari Ruphas-sama! Aku sangat terpesona!” teriak Dina, matanya berkilau.

Aku mendesah.

“Maaf, Karkinos. Aku mengganggu duelmu.”

“Haha! Tak masalah. Sejujurnya, kalau terus begini, aku takkan menang. Terima kasih atas keputusanmu yang bijak.”

Karkinos tertawa lepas. Ia pria keras dan tegang, tapi… jujur, aku suka karakternya. Tidak ribut. Tidak banyak drama. Dan yang terpenting: setia.

Masalahnya tinggal satu: Scorpius.

Ia mungkin pingsan sekarang… tapi bagaimana jika dia mengamuk setelah bangun?

Mungkin lebih baik kuborgol saat dia tak sadar.

Tapi saat aku hendak bergerak—

DOR.

Aura mengerikan menyembur dari tubuhnya.

“Ap…”

Aku berbalik.

“…Kau bangun lebih cepat dari dugaanku. Sepertinya aku meremehkanmu.”

“Kenapa… kenapa, Ruphas-sama!? Kenapa… kau tidak mengerti... hasratkuuuu!!

CRACKKK.

Aura hitam memancar dari tubuhnya. Udara bergetar. Matanya memerah. Tapi—di saat bersamaan, muncul cahaya putih yang kontras. Cahaya… suci.

Ilahi?

“Mustahil… Itu sihir suci?” Aku bergumam.

Scorpius tak pernah punya kemampuan ini.

Karkinos menatap tajam. “Ini… sama seperti dua ratus tahun lalu!”

Aku menoleh padanya. “Apa maksudmu?”

“Ruphas-sama! Ini—ini sama dengan waktu para Pahlawan menyerangmu dulu! Mereka semua… dibanjiri kekuatan suci secara tidak wajar! Mereka dikendalikan Dewi!”

Kata-kata Karkinos menyambar seperti petir. Dan… ingatan yang terkunci di dalam diriku terbuka.

Aku melihatnya.

Sebuah medan perang.

Aku (Ruphas) berdiri di tengahnya, dikelilingi oleh tujuh orang yang pernah kusebut sekutu. Mereka—Tujuh Pahlawan—menerimaku, berjalan bersamaku. Tapi hari itu, wajah mereka terdistorsi. Matanya… mengalirkan darah. Mereka menyerangku—dengan kekuatan Dewi.

Itulah hari aku dikalahkan.

“……”

Itu bukan pertarungan murni.

Itu paksaan.

Aku kembali ke dunia nyata. Scorpius masih meraung—teriakannya kini jadi kegilaan.

“Kenapa kenapa kenapa kenapa KENAPA KENAPA KENAPA KENAPAAA!!!”

Tekanannya meningkat drastis. Statusnya… naik di luar logika.

Dewi mendorongnya ke batas… seperti yang dulu ia lakukan.

Aku mengepalkan tangan.

Scorpius adalah milik kami. Bukan milikmu, Alovenus.

“Fu.”

Aku menghembuskan napas, mengangkat pedang-cambuk, dan melepaskannya.

“Winter of Swords!”

Puluhan pedang mencuat dari tanah, menyerbu Scorpius. Ia tak sempat membedakan mana yang asli, mana palsu—dan akhirnya, salah satu pedang menusuk kakinya. Ia jatuh.

Tapi ia tak menyerah.

FUSSHHH.

Kabut racun mengepul ke arahku.

Aku melesat maju, menebas kabut itu, lalu mencengkeram kepala Scorpius—dan menghantamkannya ke tanah.

DUGHHH.

Racun masih meresap ke tubuhku. Tapi… aku bisa menahannya.

Karena aku ingin melihatnya. Karena aku ingin menyelamatkan-nya.

“Ayo, Scorpius. Tunjukkan padaku... kekuatanmu.”

Sudah dua ratus tahun.

Kau pasti tidak hanya berdiam diri, bukan?

 

No comments:

Post a Comment