Bab 139: Fire Ouroboros Gunakan Sleep Talk!
Kota iblis telah dihancurkan dalam satu malam.
Dan keesokan harinya, Aries dan timnya—Scorpius, Karkinos, Phoenix, serta Hydrus—diberi kehormatan untuk memasuki istana es yang megah. Tempat yang selama dua abad menjadi jantung dari segel sang naga purba.
Keempat dindingnya berkilau seperti kristal beku yang tak pernah meleleh, bahkan di tengah musim panas. Tapi yang lebih mencolok adalah para ksatria es—berdiri berjajar dengan armor dan pedang kristal, tak bergerak sedikit pun, seolah bukan makhluk hidup, tapi hiasan kuno dari zaman terlupakan.
Aries bertanya-tanya, Apakah mereka masih hidup? Atau hanya boneka?
Namun pertanyaan itu segera tergeser oleh sosok yang duduk di atas takhta raja.
Seorang pemuda berpakaian mewah, duduk angkuh dengan satu tangan di sandaran, menatap kelima tamu mereka dari atas dengan senyum tipis.
Begitu ia merasa cukup mengamati mereka, dia berdiri dan mengangkat tangannya lebar-lebar, lalu berbicara dengan gaya teatrikal:
“Para pelancong! Kalian telah melakukan keadilan besar dengan mengalahkan Pluto! Maka dengan kemurahan hati kami, silakan ajukan permintaan kalian—harta, gelar, kehormatan—apa pun yang kalian inginkan, akan kami berikan!”
Scorpius menatapnya lelah.
“…Murah hati sekali,” gumamnya datar. Lalu menyapukan jemarinya ke rambut dengan gaya angkuh.
“Kalau begitu, aku ingin bertemu Aquarius, Tuan ‘Pengganti.’”
Pemuda itu tergagap.
“Hah!? Aku ini—Aqua—”
“Maaf, aku tak tertarik dengan pengganti. Yang kupanggil adalah sang Water Pitcher sendiri—Ganymedes.”
—
Seketika, seluruh auranya berubah.
Wajahnya yang semula santai kini memucat. Mata melebar. Keringat dingin mengalir di pelipisnya.
Dia tahu. Mereka tahu.
Identitasnya—bukan Aquarius.
Tapi Ganymedes, binatang ajaib level 600 yang bertugas menggantikan Aquarius menjaga wilayah ini karena Aquarius terlalu malas untuk muncul langsung.
Dan Ganymedes sadar, di hadapannya kini berdiri Dua Belas Bintang.
Bukan orang biasa. Tapi monster.
“…K-Kalian semua… Tidak, kalian adalah—!”
Scorpius menatapnya tajam.
“Kami akan masuk. Dan kau tak akan menghalangi, bukan?”
“……S-Silakan.”
—
Tak satu pun dari ksatria es di sekitarnya bergerak.
Benar saja—mereka bukan makhluk hidup. Hanya boneka.
Tim Aries melangkah melewati Ganymedes tanpa memedulikannya, mendorong tirai yang tergantung di balik takhta. Di ujung ruangan berikutnya, mereka menemukan kendi air raksasa, berdiri kokoh di altar kristal.
Tingginya tiga meter. Besar. Berat. Tidak nyaman untuk dibawa.
Tapi mereka tahu… benda itu bukan hanya kendi.
Itu adalah Aquarius.
—
“Sudah lama… Aquarius,” seru Scorpius.
Suara gadis muda menjawab dari dalam kendi:
“Ohh? Suara yang sangat familiar… sudah lama sekali…”
Air di dalam kendi beriak. Lalu, perlahan, muncul sosok gadis kecil.
Rambut biru tua. Mata biru cerah. Kimono berwarna kelopak sakura. Aksesori bunga di kepala. Wajah polos seperti anak 12 tahun… dan senyum cerah yang membuat udara es seolah menghangat.
Namun mereka tahu:
Gadis ini bukan manusia.
Bukan peri.
Bukan binatang ajaib.
Tapi item—artefak hidup yang diciptakan oleh Dewi.
[Artefak Ilahi: Ratu Lautan (Aquarius)]
—
Wujud gadis itu hanya proyeksi, tubuh palsu dari air. Tubuh aslinya adalah kendi raksasa itu sendiri.
“Yah, lihat siapa yang datang,” katanya santai. “Kalajengking lesbian, kepiting bisu, dan anak domba nakal. Nostalgia sekali. Dan dua lainnya... eh, siapa kalian tadi?”
“Ini Phoenix!”
“Ini Hydrus!”
“Ohh, benar. Yakitori dan ular biru.”
“BURUNG ABADI!!”
“ULARRR AIIIIRR!!”
Aquarius tertawa puas, tanpa niat sedikit pun untuk mengingat nama asli mereka.
—
Meski sikapnya santai, Aquarius bukan orang jahat. Dia hanya… tidak tertarik pada detil sosial.
Meski cara bicaranya menyebalkan, dia dekat dengan para Bintang dan termasuk faksi moderat.
“Jadi? Kalian ke sini cuma mau minum?”
“Kami ke sini karena Ruphas-sama sudah bangkit,” kata Aries. “Dan dia ingin kau kembali.”
“...Ahh… Jadi akhirnya waktunya tiba, ya.”
—
Aquarius tidak terkejut. Bahkan tampaknya sudah tahu dari awal. Hal itu membuat Scorpius merasa… sedikit cemburu.
Ia tahu alasannya: Ruphas merahasiakan kebangkitannya dari hampir semua orang. Tapi pada orang-orang yang mengurung Ouroboros, dia memberi tahu lebih dulu—untuk mencegah hal buruk terjadi.
Scorpius paham.
Tapi tetap saja… menyebalkan.
—
“Maaf, sekarang bukan waktu yang tepat,” kata Aquarius.
“Ada masalah?”
“Yup. Seperti yang kalian tahu, aku bertugas menyegel Fire Ouroboros. Tapi naga ini… susah tidur. Setiap 20 tahun, dia menciptakan avatar separuh sadar dan mengamuk tanpa alasan. Dan seperti mimpi buruk berjalan, dia membakar segalanya yang ada di sekitarnya.”
“…Setelah dikalahkan, dia akan tidur lagi. Tapi sampai avatar itu ditangani, aku tak bisa pergi.”
Karkinos mengangguk pelan.
“Jadi begitu. Itulah kenapa kami akan bantu. Kami semua diperintahkan untuk membawamu kembali. Kalau perlu, kami akan hadapi sang naga tidur.”
Aquarius menatap mereka sejenak. Lalu tersenyum.
“Baiklah. Besok, kita bikin si tukang tidur itu tidur nyenyak.”
—
Keesokan harinya, Aquarius memandu mereka menuju bagian terdalam dari istana es—tempat tersembunyi yang tidak dicapai cahaya matahari ataupun sihir biasa.
“Tempat ini… dibuat jauh di bawah permukaan tanah. Bahkan tidak muncul di peta Midgard mana pun,” jelas Aquarius sambil berjalan di depan.
Tangga spiral dari kristal mengarah jauh ke bawah, menembus inti beku Muspelheim. Suhunya perlahan meningkat—bukan karena panas, melainkan karena energi sihir yang tak terkendali mulai merembes dari kedalaman.
Mereka melewati 108 lapisan sihir pengaman, masing-masing ditandai dengan lingkaran sihir kompleks, dan perlindungan dari berbagai elemen.
“Ada berapa banyak segel di sini?” tanya Phoenix, keringat mulai muncul di pelipisnya meski udara tetap dingin.
“Kalau tidak salah ingat… sekitar 236 segel utama, dan lebih dari 1000 segel tambahan,” jawab Aquarius.
“…Kenapa tidak kau buat saja satu segel besar?” gerutu Hydrus.
“Karena setiap kali aku coba, naga itu ‘terbatuk’ dan membatalkan segelnya dari dalam.”
“…Dia benar-benar naga tidur yang rewel, ya.”
—
Akhirnya, mereka sampai di ujung tangga.
Yang menyambut mereka adalah pintu logam raksasa, hitam pekat, setinggi 30 meter. Dikelilingi ukiran naga dan api, dan di atasnya tertulis dalam aksara kuno:
“Yang membakar dunia, sang lidah api dari siklus kehancuran—Ouroboros.”
Di balik pintu ini—Fire Ouroboros, salah satu dari tiga entitas tertua dalam mitologi Midgard, disegel dalam tidur abadi.
Aries menelan ludah. “Jadi… dia ada di sana?”
“Ya. Tapi… bukan tubuh aslinya yang akan kalian hadapi,” jawab Aquarius.
Dari bawah tanah, udara mulai bergetar.
Tanah berdesir.
Udara menebal—seperti tekanan dari mimpi buruk yang melintas di batas realitas.
Aquarius menatap langit-langit gua.
“…Dia bangun.”
—
[Avatar of Fire Ouroboros – Mode: Half Dreaming]
Dari sisi kiri gua, batu-batu mulai runtuh, dan dari celah antara realitas dan ilusi… muncul bayangan besar.
Itu bukan naga penuh—melainkan manifestasi kabur dari sang Ouroboros. Ukurannya sekitar 15 meter, dengan tubuh bersisik menyala merah gelap, mata tertutup, dan mulut yang menggumamkan sesuatu… seperti orang mengigau dalam tidur.
“Ah… napasnya saja… membakar tanah,” gumam Scorpius sambil mundur setapak.
“Tapi dia belum sadar sepenuhnya,” kata Karkinos.
Phoenix memandang serius. “Kalau kita serang sekarang, kita bisa—”
Tiba-tiba, kepala naga itu menoleh ke arah mereka.
Matanya tetap tertutup. Tapi dari mulutnya keluar kalimat lirih:
“…Enak… tidur lagi… Jangan ganggu…”
Dan seketika, tubuhnya menyemburkan cahaya merah ke segala arah.
—
“AWAS!!” Aries berteriak, mendorong Scorpius ke samping.
Ledakan sihir menyapu dinding gua, menghancurkan sebagian pelindung sihir dan menyebarkan gelombang panas ke seluruh ruangan.
Mereka semua terhempas. Karkinos menancapkan capitnya ke tanah agar tidak terbanting. Phoenix menahan diri dengan sayap, tapi satu sisi armornya meleleh.
Hydrus tertelan semburan air panas dari ledakan uap sihir.
“Ugh… Itu bahkan bukan serangan sadar…” keluhnya sambil batuk-batuk.
—
“Jadi beginilah kekuatan naga yang bahkan belum bangun sepenuhnya…” Aries berdiri, tubuhnya berasap, tapi matanya menyala.
Aquarius melangkah ke sisi mereka, tatapannya dingin.
“Kalau dia bangun sepenuhnya… seluruh Muspelheim akan musnah dalam satu menit. Kita harus mengalahkannya sebelum kesadarannya pulih.”
Aries mengepalkan tangan. Sihir mulai berkumpul di sekitarnya.
“…Kalau begitu, ayo kita buktikan.”
“Kalau dia mengigau—kita akan buat dia tidur dengan pukulan nyata.”
—
Phoenix dan Hydrus bersiap.
Scorpius memutar rantai, mulutnya melengkung ke arah senyum miring.
Karkinos berseru, “Operasi… pengantar tidur, dimulai!”
—
Dan dalam sekejap—tim Aries kembali terjun ke dalam pertempuran.
Melawan salah satu mimpi buruk terbesar dunia.
—
Boom!!
Pertempuran dimulai dengan ledakan besar—napas naga, meski dalam keadaan setengah sadar, menyapu seluruh medan seperti badai neraka.
Lidah api melesat tanpa arah, membakar batu, mencairkan dinding gua, dan menghancurkan beberapa segel pelindung Aquarius dalam sekejap.
“Dia makin tidak stabil!” seru Aquarius dari jauh. “Kalau ini terus berlanjut, bukan cuma avatar-nya yang bangun—tubuh aslinya juga bisa terbangun!”
Aries mengangguk. “Kita selesaikan ini cepat!”
—
Scorpius melesat terlebih dulu, rantainya berputar cepat, menciptakan bayangan ungu yang menusuk perut naga dari bawah.
CLANG!
Serangannya terpental—sisik naga terlalu keras, bahkan tanpa lapisan sihir pelindung.
“Tch. Tak mempan.”
Tapi itu bukan tujuan utamanya.
Scorpius tersenyum sinis. “Yang penting aku sudah menandai titik lemahnya.”
Dari bawah, Hydrus langsung menyusul, menyemburkan arus air bertekanan tinggi ke arah sayap naga.
“Hydro Drill!”
Air menembus sisik, menciptakan retakan di satu sisi.
Namun… sebelum serangan itu berlanjut—
“Uuuhh… jangan… ambil bantal…”
Tubuh naga memuntahkan sihir panas seperti semburan lava dari segala arah.
Serangan otomatis dari “tidur berjalan”.
Hydrus terlempar ke belakang. Armor luarnya meleleh, dan tubuhnya menghantam dinding.
Phoenix langsung menukik dari atas, membalut dirinya dengan api merah keemasan.
“BURUNG ABADI TAK KENAL API!” serunya.
Sayapnya bersinar. Fire Cross Claw!
Dua bilah api berbentuk X menghantam wajah naga—membakar kulit dan menciptakan luka nyata untuk pertama kalinya.
Tapi naga itu hanya mendecakkan lidah—masih dalam tidur.
Dan tiba-tiba—ekornya berputar 360 derajat dan menghantam Phoenix dari samping!
BOOM!
“AGH!? Dari mana dia tahu aku di sana!?”
“Dia nggak tahu,” jawab Scorpius. “Itu cuma refleks orang ngantuk yang diganggu tidur!”
—
Karkinos mengaktifkan pelindung esnya.
“Aries! Aku akan buka jalur. Siapkan serangan terakhir!”
“Iya!”
Karkinos melompat tinggi, mengayunkan kedua capitnya. Mereka berubah menjadi guntur es yang membekukan udara di sekitarnya.
“Shell Break – Twin Crash!”
Capit menghantam perut naga—es membungkus tubuhnya, memperlambat gerakan!
“Sekarang, Aries!” teriak semua orang bersamaan.
Aries berdiri, napasnya berat. Tapi matanya penuh cahaya.
“Baiklah… waktunya bangunkan si tukang tidur ini dengan bantal dari neraka!”
Ia mengumpulkan mana—panas dan murni—lalu menyatukannya ke dalam bentuk baru.
Bola api merah keemasan, sebesar bola dunia, melayang di atas telapak tangannya.
“Kalau ini tidak cukup membangunkanmu…”
“—Maka mimpi terakhirmu akan jadi mimpi buruk!”
“Solar Nova!”
Ia melemparkan sihir pamungkas itu ke kepala naga!
ZRAAAAAAAMMM!!!
—
Avatar Fire Ouroboros melolong—tidak terbangun, tapi terguncang. Energi sihir mengamuk ke segala arah. Ledakan menyebar, lalu menghilang dalam hisapan vakum.
Dan saat asap menghilang…
Naga itu perlahan-lahan roboh.
Tidur kembali.
—
Aquarius muncul dari belakang altar, keringat bercucuran.
“Berhasil… dia tertidur lagi. Untuk beberapa dekade ke depan, kita aman.”
Aries menurunkan tangannya. Napasnya berat.
“Kalau dia bangun lagi…”
“...Kita suruh dia pakai earplug,” gumam Phoenix, terjatuh telentang.
Scorpius duduk bersandar di batu, tertawa kecil.
“Yah, kita baru saja meninabobokan dewa api. Hari biasa untuk kami.”
Karkinos mengangkat tangannya ke langit.
“Operasi pengantar tidur: sukses.”
—
Dan dengan itu… avatar Fire Ouroboros kembali tertidur.
Bencana ditunda.
Dan Aquarius—yang menyaksikan segalanya—menatap mereka satu per satu.
“…Kalian sudah cukup kuat.”
Ia menoleh ke Aries.
“Kalau begitu… aku akan ikut. Sudah waktunya aku bergabung kembali dengan Ruphas-sama.”
—
Beberapa jam setelah pertempuran usai, mereka kembali ke permukaan melalui tangga kristal panjang yang terasa… sedikit lebih hangat dari sebelumnya.
Aquarius berjalan di depan. Kali ini, bukan sebagai penjaga terikat, tapi sebagai rekan seperjalanan.
“Jadi… kau benar-benar akan bergabung dengan kami?” tanya Aries, masih agak sulit percaya.
Aquarius menoleh, tersenyum kecil.
“Aku sudah menjaga tempat itu selama dua abad. Tugas sudah selesai. Segel stabil. Dan kalau Dewi benar-benar akan turun tangan sendiri… maka hanya dengan bersatu kita bisa melawannya.”
Scorpius mendengus, tangan di pinggang. “Akhirnya, satu lagi dari kami kembali.”
“Jangan salah paham,” jawab Aquarius ringan. “Aku ikut bukan karena kau.”
“Y-ya juga sih…”
Hydrus dan Phoenix, meski sama-sama diam, tampak sedikit lebih lega. Bahkan Karkinos tampak santai—mungkin karena untuk pertama kalinya, tak ada musuh yang muncul dari balik dinding.
Langit di atas kota Nektar bersih.
Salju perlahan mencair di atap-atap rumah.
Orang-orang mulai membangun kembali.
Dan di puncak istana es, Aries berdiri menatap horizon, mantel putihnya berkibar pelan.
Aquarius berdiri di sampingnya.
“…Kau sudah banyak berubah.”
Aries tak menoleh.
“Ya. Tapi aku juga masih aku yang dulu.”
“Lalu kenapa kau tetap berdiri?”
“…Karena ada yang harus aku jaga. Ada yang harus aku tebus.”
“…Jawaban yang bagus.” Aquarius menutup matanya, lalu tersenyum.
—
Sementara itu…
Di langit Midgard, awan aneh mulai terbentuk.
Petir ungu menyambar dari udara cerah.
Langit mulai retak—seperti cermin yang ditampar oleh tangan tak kasatmata.
Di tengahnya, muncul lubang bundar gelap, berputar perlahan.
Dari sana, suara lirih yang terdengar seperti doa dan kutukan bercampur mengalun, merambat ke seluruh dunia.
Dan di luar cakrawala itu—menanti entitas yang belum pernah sepenuhnya menampakkan diri.
Dewi.
Senyum tipis muncul di balik kabut cahaya.
“…Semua sudah sesuai rencana.”
—
📘 Ilustrasi Volume 6
(Biasanya menggambarkan Aquarius berdiri bersama Aries di puncak menara es, memandang ke kejauhan, dengan langit mulai retak secara halus di kejauhan.)
✦ Catatan Penulis
Avatar Fire Ouroboros adalah “bos mimpi buruk”—bukan karena sadar, tapi karena tidak sadar.
Dan itu yang membuatnya berbahaya: refleks dewa, tapi tidak ada pikiran untuk mengontrol.
—
Aquarius akhirnya bergabung!
Tinggal beberapa Bintang lagi…
Dan konflik terakhir akan dimulai.
Dewi tidak tinggal diam.
Tapi para Bintang pun telah kembali.
Langit akan bergemuruh.
Dan dunia… akan dipertaruhkan.
—
📌 Selanjutnya: Babak terakhir dimulai. Semua pihak bergerak. Dan “pemain terakhir” masuk ke medan.
No comments:
Post a Comment