Munculnya Bos Terakhir yang Liar 195 Afterstory 4
Afterstory 4 – Acara Pakaian Renang di Luar Musim
(Catatan Penulis)
Awalnya aku ingin merilis bab ini saat musim panas. Tapi ya… terlalu banyak menunda. Tahu-tahu, musimnya sudah lewat.
Jadi ya, ini semacam episode pantai… di luar musim.
(Catatan Penulis berakhir)
Hari itu, Pisces si Ikan merasa sangat—sangat—bersemangat.
Bukan dalam arti ia melompat-lompat atau berteriak seperti monyet. Tapi hatinya… benar-benar penuh antisipasi.
Saat itu pertengahan musim panas. Dengan alasan cuaca yang makin panas dari hari ke hari, Pisces mengambil kesempatan untuk mengundang Ruphas dan para anggota lainnya untuk berenang di laut.
Meski di Bulan tidak ada yang namanya empat musim, Pisces tetap percaya diri bahwa mereka akan datang karena ia menerima balasan positif.
Dan kalau bicara soal anggota Thirteen Heavenly Stars, apalagi yang perempuan… mereka semua cantik luar biasa.
Hanya membayangkan mereka mengenakan pakaian renang yang memperlihatkan kulit mulus sudah cukup membuatnya—uh, ya, senyum-senyum sendiri.
Persiapannya benar-benar sempurna.
Ia bahkan menyewa satu pantai penuh hanya untuk hari itu. Termasuk barisan toko-toko minuman dan stan makanan.
Ia juga menyiapkan es serut dengan berbagai jenis sirup. Dalam dunia lain, katanya ini disebut kakigÅri.
“Aku siap. Ayo datang kapan saja…”
Dengan penuh semangat, Pisces menanti.
Dan akhirnya… portal X-Gate terbuka, dan rombongan dari Bulan mulai berdatangan.
“Kami datang, Pisces!”
“Maaf bikin kamu nunggu.”
Yang pertama muncul adalah Castor, sudah siap dengan celana renangnya.
Di sebelahnya, Sagittarius, seperti biasa… tidak memakai apa pun di bawah.
Pisces memandang sekeliling dan melihat:
Leon, Taurus, Aigokeros, Karkinos, Orm, Mercurius, dan Terra.
Lalu menyusul juga Phoenix, Hydrus, dan para Three Winged Knights.
“Yo, ini tempatnya ya?”
“Grrrr…”
Dan tanpa diminta, muncul pula kelompok mantan Pahlawan: Jean, Ricardo, Nick, Shu, ditambah Gants, Friedrich, Kaineko, Sarjes, dan beberapa merfolk. Bahkan regu ranger—yang biasanya beroperasi di balik bayangan—ikut-ikutan muncul dengan gaya pose aneh.
Tak lama kemudian, datang pula dua dari Twelve Stars yang paling rasional:
Megrez dan Merak.
…Tapi yang benar-benar ditunggu Pisces, tidak tampak satu pun.
Benetnash? Tidak datang.
Aquarius? Tidak datang.
(Meski Ganymedes tetap muncul sendirian.)
Scorpius? Menolak karena Ruphas tidak hadir.
Libra? Tidak tertarik dengan main air.
Pollux dan Parthenos? Menganggap ini terlalu merepotkan.
Virgo? Entah ke mana.
Aries? Masih tidur.
Dan akhirnya…
Ruphas?
“Katanya air laut bikin sayapnya lengket dan susah dicuci, jadi ogah datang.”
Dina?
“Sibuk kerja.”
Alovenus?
“Kecanduan gacha, habis satu juta, lalu hapenya disita sama Dina. Sekarang lagi ngambek.”
—
CRACK.
Sesuatu dalam diri Pisces retak.
Mungkin itu harapannya.
Mungkin juga ambisinya.
Apa pun itu, satu hal pasti: hatinya pecah.
“…O-oi… bagaimana dengan Ruphas-sama? D-dan semua cewek…?”
Dengan suara penuh keputusasaan, Pisces bertanya pada Castor.
Dan setelah mendengar semua alasan yang bahkan lebih menyedihkan dari jawaban itu, Pisces berlutut. Dunia di sekelilingnya seperti runtuh.
Tak hanya kekuatan dari Bulan yang absen.
Seluruh perwakilan wanita dari segala faksi… TIDAK ADA.
Bahkan gorila pun tidak datang.
(Yah, kalau datang malah makin gawat.)
Dan Aries? Ya, dia LELAKI.
“Gaaaaa… AAAAAH! TIDAK MUNGKIN! Kenapa… KENAPA!?
HANYA LELAKI!? DARI SEMUA HAL… KENAPA HANYA LELAKI YANG DATANG!?
INI… INI TIDAK ADIL!!”
Pisces pun ambruk, wajahnya mencair seperti es krim yang ditinggal di bawah matahari.
Ini bukan pantai surga.
Ini pantai neraka.
Isinya cuma pria-pria otot besar dan tubuh terbakar matahari.
Bukan impian, tapi mimpi buruk.
Bahkan mereka yang datang pun saling melirik satu sama lain dengan ekspresi:
“Kenapa… jadi begini…?”
“U-umm… ngomong-ngomong… harusnya kita mulai berenang sekarang?” usul Orm hati-hati.
Meskipun suasananya sudah seperti mimpi buruk para pria normal, karena mereka sudah terlanjur datang, rasanya aneh kalau langsung pulang tanpa melakukan apa pun.
Yang lain mengangguk, pelan, berat hati.
Pantai yang disewa khusus…
Diisi sepenuhnya oleh pria-pria otot…
Udara panas, suasana pengap…
Ini bukan tempat liburan. Ini arena pelatihan militer.
Meski begitu, setelah beberapa saat bermain di air, suasana perlahan mulai membaik. Meskipun awalnya mereka berenang dengan ekspresi murung, kegiatan seperti menyelam, lari di atas air, dan membelah ombak seperti The Ten Commandments membuat mereka sedikit melupakan kekecewaan.
…Sampai akhirnya sesuatu muncul dari laut.
“HYAHAAHAA! AKULAH PENGUASA LAUT—TENTACLE OCTOPUS!
DI MANA PARA GADIS BERPakaian RENANG SEKSI YANG AKAN KUKULITI DENGAN TENTAKELKU!?”
Gurita raksasa menjijikkan itu muncul ke permukaan, penuh semangat, seluruh tubuhnya menggeliat-geliat tak karuan.
Ia adalah monster klasik di dunia penuh fantasi dan… fetis aneh.
Di genre yang lebih mesum, ia biasa disebut sebagai bos pembuka babak fanservice.
Namun… saat makhluk itu membuka matanya lebar-lebar…
Yang dilihatnya adalah… neraka.
Bukan surga penuh gadis cantik berbikini seperti yang ia harapkan.
Tapi… seluruhnya pria.
Pria. Pria. Dan lebih banyak lagi pria.
Pria berkeringat, berotot, penuh testosteron.
“… … …”
Gurita mesum itu membatu.
Lalu memandang sekeliling… untuk memastikan.
Tidak, ia tidak salah lihat.
Di mana-mana hanya pria. Bahkan Sagittarius sudah telanjang dari awal. Pemandangan yang terlalu mengerikan untuk dicerna bahkan oleh gurita mesum.
Perlahan, tubuh gurita itu mulai layu.
“…Biar kukatakan sesuatu… kalian ini bodoh ya?
INI PANTAI. Tahu nggak, apa yang seharusnya ada di sini?
GADIS-GADIS CANTIK.
Dengan pakaian renang tipis, nyaris tembus pandang, penuh insiden tak sengaja dan kekacauan manis yang memicu genre romantis!
Lalu aku muncul, mencoba menyerang mereka, dan sang protagonis pria datang menyelamatkan.
Itulah skenario yang kuharapkan!
Tapi… ini!?
Apa-apaan ini!? Kenapa CUMA PRIA YANG ADA DI SINI!?”
“…Maaf ya soal itu,” sahut Orm datar.
“…Begitu. Kau juga pria menyedihkan rupanya.”
Satu-satunya makhluk yang bisa memahami rasa frustasi gurita itu adalah…
Eros.
Dengan tatapan penuh duka, Eros mendekat, dan mereka berdua berpelukan dalam sunyi.
Pria dan gurita.
Keduanya tenggelam dalam penderitaan yang sama.
Mereka mengerti satu sama lain.
Saling memeluk seperti dua veteran perang yang kembali dari medan luka batin.
Pada waktu yang sama, di planet Bumi…
Di sebuah pantai yang damai, Minami-Jyuji Sei dan Virgo sedang berjalan berdua.
Berjalan-jalan bersama di pantai… ya, suasananya hampir romantis.
Sayangnya, mereka tidak bisa benar-benar masuk ke air. Meskipun Virgo mengenakan perban siluman (yang pernah digunakan Ruphas untuk menyembunyikan sayap), benda itu akan terlepas kalau terkena air.
Dan karena ini Bumi, bukan Midgard, makhluk bersayap seperti dirinya akan sangat mencolok.
Namun… hanya dengan berjalan berdampingan di tepi laut, mereka sudah merasa cukup.
Sambil memandangi wajah Virgo dari samping, Sei menguatkan tekadnya.
“…Sudah waktunya.
Aku harus mengatakannya.
Jika dia menolakku, maka biarlah.
Tapi… aku percaya ada sesuatu di antara kami.”
Sei dan Virgo, dalam pengertian umum, sedang berpacaran.
…Setidaknya Sei percaya demikian.
Mereka telah melewati titik “teman biasa”. Namun, hubungan mereka tak pernah benar-benar diberi label.
Waktu terus berjalan.
Virgo tetap sama—abadi.
Tapi Sei… sudah tumbuh dewasa.
Dulu wajahnya muda, tapi kini ia sudah terlihat matang. Tubuhnya lebih tinggi, posturnya lebih dewasa.
Ia sadar… waktunya terbatas.
Jika ia tidak mengatakan apa pun sekarang… hubungan ini akan terus menggantung.
Maka, ia berhenti berjalan, lalu menatap Virgo.
“Virgo… aku ingin bicara serius. Bisakah kau mendengarkanku sebentar?”
Virgo hanya tersenyum, tenang.
Ia tahu apa yang akan dikatakan Sei.
Ia sudah menunggu ini juga.
Sei perlahan menyentuh bahu Virgo, menatap matanya.
“Usiaku… berbeda jauh denganmu.
Suatu hari nanti aku akan tiada, dan kau akan terus melangkah.
Tapi… meskipun begitu, jika kau bersedia…
Maukah kau—”
GROOOOOAAAAAARRRRHHH!!!
Sebuah suara mengerikan mengguncang pantai.
Air laut tiba-tiba melonjak.
Sei dan Virgo menoleh—dan melihat sosok menjulang besar muncul dari kedalaman laut.
Dewa Mutan dari dunia lain… THULHU.
Makhluk kosmis absurd itu muncul—entah kenapa—tepat di tengah adegan paling penting dalam hidup Sei.
Thulhu hanya melirik mereka.
“…■■■■■■■…”
“…Oh. Jangan ganggu. Silakan lanjutkan.”
Dan begitu saja, ia kembali menyelam ke laut. Seolah-olah berkata:
“Ups. Maaf, bro.”
Tapi…
SUASANA SUDAH HANCUR TOTAL.
Pantai yang sebelumnya hangat, tenang, dan berkilauan kini terasa suram dan pengap.
Sei dan Virgo menatap laut dengan wajah kosong.
Tidak ada tanda-tanda Thulhu akan muncul lagi.
“…Sei-kun, bagaimana kalau kita pulang saja?”
“…Iya.”
Itu bukan waktu yang tepat.
Meski hatinya ingin melanjutkan… itu bukan momen yang pantas untuk mengungkapkan cinta.
Dan begitu saja…
Pengakuan seumur hidup Sei… kembali tertunda.
(Catatan Penulis)
T: Untuk apa Thulhu datang ke situ?
J: Thulhu: “■■…”
Alasan: Jalan-jalan.
(Catatan Penulis berakhir)
TpstT: Kasihan Sei. Bahkan di cerita tambahan pun dia tidak dikasih istirahat.
Post a Comment for "Munculnya Bos Terakhir yang Liar 195 Afterstory 4"
Post a Comment