Munculnya Bos Terakhir yang Liar 46
Bab 46 – Oh, Parthenos Adalah…
Setelah pertarungan kami dengan Raja Iblis, Libra dan aku kembali ke lokasi semula—masih berada dalam mobil, merenungkan kata-kata terakhir dari makhluk itu. Kalimat-kalimatnya terus berputar di kepalaku. Tentang dunia ini. Tentang siapa yang menciptakannya. Tentang Dewi.
Apakah benar… Dewi itu musuh?
Tidak, tidak mungkin.
Tapi jika dipikir-pikir, dunia ini memang terasa aneh.
Ini bukan mimpi. Terlalu nyata. Terlalu lengkap. Tapi terlalu… game-ish. Semua statusku, level, statistik—ditampilkan dengan angka persis seperti di X-Gate Online. Bahkan debuff dan atribut pun bekerja seperti sistem permainan.
Tidak mungkin semua itu alami.
Seseorang… sengaja membentuk dunia ini berdasarkan game.
Tapi… siapa? Dan kenapa?
Apakah Dewi yang disebut-sebut semua orang itu… tahu soal X-Gate Online?
Apakah dia meniru game itu?
Atau justru… apakah game-nya yang meniru dunia ini?
Kepalaku pening. Teorinya terlalu banyak. Aku tahu aku sudah dekat dengan kebenaran—tapi masih belum cukup informasi.
—Seharusnya aku dengarkan lebih banyak dari Raja Iblis.
“Ruphas-sama! Lihat, itu Vanaheimr!”
Suara Dina membangunkanku dari lamunan.
Aku menengok ke jendela. Di kejauhan, terlihat pegunungan menjulang tinggi dengan hutan hijau membentang di kaki bukitnya. Kami telah tiba di lokasi kandidat Bintang Surgawi berikutnya—Parthenos, Sang Perawan.
Menurut Dina, dia masih hidup dan sehat. Tapi… bagaimana mungkin? Dia manusia. Ras biasa. Tak mungkin bisa hidup dua ratus tahun.
Dulu aku menyebutkan, penjinak seperti diriku bisa menangkap manusia juga. Dalam banyak game, manusia dengan gelar tertentu pun bisa dianggap monster dan ditangkap—seperti Prajurit XX atau Pendeta XX.
Parthenos dulunya muncul di dungeon tingkat tinggi bersama monster lain. Dia selalu ada di belakang, memberi heal dan buff—gangguan sejati saat kau menyerang tim mereka.
Tapi karena itulah, aku menangkapnya. Dan membawanya ke pihakku.
Bahkan setelah kulatih, kekuatannya tidak luar biasa. Hanya level 800-an. Tapi dia punya INT dan MND luar biasa tinggi, serta SP besar. Sebagai penyembuh belakang, dia sangat bisa diandalkan.
...Tapi tetap saja. Dia manusia.
Dia seharusnya sudah mati karena usia.
Kalaupun masih hidup… paling juga sudah jadi nenek renta. Tak mungkin dia bisa ikut kami berpetualang.
Saat kami mendekati hutan, aku bisa merasakan penghalang magis melindungi seluruh wilayah ini. Tapi anehnya, kami tak mendapat perlawanan. Bahkan binatang pun menyambut kami dengan tenang.
Hmm. Sepertinya… dia tahu kami datang.
Tempat ini benar-benar terasa seperti tempat suci. Matahari menyelinap lembut di antara dedaunan, tupai dan kelinci berlarian dengan damai. Suasananya sangat… damai.
Bagi Aries, domba pelangi besar, ini seperti surga.
Tapi bagi Aigokeros?
...Dia tampak seperti kambing neraka yang nyasar ke taman kanak-kanak.
Tak lama, kami tiba di sebuah pondok kayu di tengah hutan.
Kalau ini benar milik Parthenos, berarti… dia tinggal sendiri di sini? Setelah dua abad?
Aku mengetuk pelan pintunya.
“...! Ehh? Suara ketukan?! T-Tidak mungkin! Kenapa ada orang di sini?!”
Terdengar suara gadis muda—terkejut dan panik. Dan jujur, aku juga terkejut.
Suara muda?
Kupikir Parthenos akan menjawab… dengan suara tua dan serak. Tapi ini…
Setelah beberapa detik, pintunya terbuka sedikit. Dari balik celah, muncul wajah seorang gadis.
Rambutnya merah muda. Matanya besar dan bersinar. Usianya… lima belas? Enam belas?
Tunggu. Ini jelas bukan Parthenos. Parthenos punya rambut hijau. Apa dia mengecat rambut?
Sebelum aku bisa berpikir lebih jauh, Aigokeros menaruh tangan di pintu dan mendorongnya terbuka paksa, kembali ke wujud iblisnya.
“Wanita muda. Jangan bersikap kasar di hadapan majikan besar kami—”
“Diam, tolol.”
Aku menarik kepala Aigokeros dan melemparkannya seperti bola. Gadis itu mundur ketakutan, sayap putih di punggungnya berkibar kencang.
...Sayap?
Dia… flügel?
Tapi Parthenos manusia.
Kalau begitu, siapa anak ini?
“Maaf soal itu. Anak buahku agak… berlebihan. Kami tidak berniat menyakiti siapa pun. Aku datang mencari kenalan. Namanya Parthenos. Kau mengenalnya?”
“…Eh? K-Kau kenal nenek?”
...Nenek.
Jadi anak ini adalah… cucunya?
Ada dua kemungkinan:
Pertama, Parthenos menikah dengan flügel dan punya keturunan. Anak—cucu.
Kedua, anak ini diadopsi.
Untuk memastikannya, aku aktifkan Eye of Observer.
[Virgo]
Level: 320
Ras: Flügel
Job: Acolyte 100, Priest 200, Bard 20
HP: 21.000
STR: 1200 | INT: 1800 | MND: 3102
…Flügel asli. Tidak ada embel-embel half. Bukan keturunan darah. Jadi kemungkinan besar, dia anak angkat.
Dan levelnya cukup tinggi.
Pasti Parthenos sendiri yang melatihnya.
“Ah… jadi kalian para sayap hitam. Apakah… apakah kau Ruphas-san yang sering nenek ceritakan?”
“Ya. Namaku Ruphas Mafahl. Di belakangku ada Aries dan Libra. Yang terlempar ke tanah itu Aigokeros. Yang berambut biru Dina.”
Mereka semua membungkuk dengan sopan. Gadis itu membalas, dengan senyum tulus.
Anak yang sopan.
...Mungkin aku yang paling tidak sopan di sini.
“Panggil aku Virgo! Nenek akan sangat senang kalau tahu Ruphas-san datang. Boleh aku antar ke tempat beliau?”
“Tentu. Terima kasih banyak.”
Dia tersenyum. Tidak ada kewaspadaan. Hatinya terbuka.
Mungkin karena penghalang melindunginya.
Saat kami berjalan, Dina mendekat dan menarik ujung bajuku.
“Ada apa, Dina?”
“Ruphas-sama… ini gawat. Karakter gadis itu… mirip denganku!”
“…Ya?”
“Kalau begini, karakternya bakal ngerusak keseimbangan. Aura gadis latar belakang cerdas dan polos… milikku akan pudar!”
“…Sudah dari awal seperti itu.”
Dina menunduk lesu. Aku biarkan saja dia bicara sendiri.
Kami terus mengikuti Virgo.
Hutan membuka jalan ke sebuah celah yang dipenuhi cahaya matahari. Di tengahnya… berdiri batu nisan dari marmer putih.
…Tertulis di sana:
Parthenos
“…Ini tempat nenek,” bisik Virgo.
“……………”
“Nenek selalu percaya… bahwa suatu hari, Ruphas-san akan kembali. Dia menunggu dan menunggu… Tapi tahun lalu… dia tersedak buah… lalu…”
“……”
Aku memalingkan wajah. Menatap Dina. Pelan.
Dia hanya menatap langit… berkeringat dingin.
…APA?! Parthenos-nya… UDAH MATI?!?!
Post a Comment for "Munculnya Bos Terakhir yang Liar 46"
Post a Comment